JAKARTA – Tim Hukum Prabowo-Sandi menyebut pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyalahgunakan keuangan negara hingga Rp100 triliun untuk pemenangan pilpres. Hal itu mereka ungkapkan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPS) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu yang dipermasalahkan BPN adalah terkait kenaikan gaji PNS, pensiunan, TNI-Polri yang mencapai Rp2,61 triliun.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Eva Kusuma Sundari, tidak setuju dengan hal tersebut. Menurut dia, apa yang dipersoalkan BPN tidak berbanding lurus dengan data pemilih ASN yang justru lebih banyak mendukung paslon 02 itu.
"Jangan menghina ASN dan TNI-Polri atau bahkan BUMN, faktanya menurut riset, mereka banyak pilih 02. Jadi mereka pemilih yang independen, dan memang 01 tidak praktik money politic ke mereka," bantah Eva saat dikonfirmasi Okezone, Minggu (16/6/2019).
Menurut Eva, perihal kenaikan gaji bukan hanya menjadi keputusan pemerintah melainkan juga DPR yang juga dari fraksi kubu Prabowo untuk menyutujui hal tersebut.
"Lagian, zaman Pak SBY dua kali, plus bantuan langsung tunai cash, lebih pantas disebut money politic juga. PDIP tidak nyoal karena kita ikut setuju di DPR. Timing-nya (saat itu juga) pas kan sebelum coblosan. Jadi aneh kalau kemudian BPN menyoal kebijakan yang Gerindra dan kawan-kawan ikut setuju," paparnya.
Sebelumnya dalam sidang di MK, Bambang Widjojanto membacakan sejumlah poin permohonan perkara di MK dengan menyebut Jokowi melakukan modus vote buying dengan menyalahgunakan anggaran negara karena capres petahana menjabat presiden.