NEW YORK - Amerika Serikat (AS) pada Selasa memimpin lebih dari 30 negara untuk mengutuk Beijing atas apa yang disebutnya sebagai "kampanye penindasan yang mengerikan" terhadap Muslim di Xinjiang. Langkah yang dilakukan pada sebuah acara di sela-sela Sidang Umum tahunan PBB Itu mendapat reaksi keras dari China.
Menyoroti pelanggaran terhadap etnis Uighur dan Muslim lainnya di China, Wakil Menteri Luar Negeri AS, John Sullivan mengatakan PBB dan negara-negara anggotanya memiliki "tanggung jawab tunggal untuk berbicara di saat satu persatu penyintas menceritakan mengerikannya penindasan yang dilakukan negara."
BACA JUGA: Peneliti Perkirakan 1,5 Juta Muslim Uighur Ditahan di Kamp-Kamp Detensi di Xinjiang
Sullivan mengatakan adalah kewajiban negara-negara anggota PBB untuk memastikan badan dunia itu dapat memonitor secara ketat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh China. Dia menambahkan bahwa mereka harus mencari akses “segera, tanpa hambatan, dan tidak diawasi” ke Xinjiang untuk Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNHCR).
Menurut Sullivan, pernyataan yang diumumkan di sela sesi Sidang Majelis Umum PBB pada Selasa itu disponsori bersama oleh Kanada, Jerman, Belanda dan Inggris. Lebih dari 30 negara perwakilan anggota PBB, Uni Eropa dan lebih dari 20 organisasi nonpemerintah, serta korban Uighur turut bergabung dalam event tersebut.
"Kami mengundang yang lain untuk bergabung dengan upaya internasional untuk menuntut dan memaksa diakhirinya dengan segera kampanye penindasan yang mengerikan di China," kata Sullivan sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (25/9/2019). "Sejarah akan menilai komunitas internasional atas cara kita merespons serangan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar ini."
Sebelumnya, pada Senin, Presiden AS Donald Trump menyerukan diakhirinya persekusi terkait agama pada acara di sela-sela pertemuan PBB. Dia mengulangi komentarnya itu dalam pidato di pertemuan Majelis Umum para pemimpin dunia pada Selasa.
Foto: Reuters.
“Amerika tidak akan pernah .. lelah dalam upaya kami untuk mempromosikan kebebasan beribadah dan beragama. Kami ingin dan mendukung kebebasan beragama untuk semua," katanya.
Meski mengatakan bahwa kebebasan beragama mendapat ancaman yang semakin besar di seluruh dunia, Trump tidak menyebutkan secara spesifik mengenai isu yang dihadapi etnis Uighur di China.
"Volume meningkat dengan kecepatan yang kami harap bahwa pemerintah Beijing mengakui, tidak hanya kekhawatiran AS tetapi juga kekhawatiran global tentang situasi ini," kata David Stilwell, Asisten Menteri Luar Negeri AS, Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik kepada wartawan dalam sebuah briefing.
"Kita akan melihat bagaimana selanjutnya dan bagaimana Beijing bereaksi dan memutuskan langkah berikutnya dari sana."
Seorang perwakilan delegasi China untuk Majelis Umum PBB menuduh Washington melanggar Piagam PBB dengan mengkritik Beijing.