SITUS berita Kompas.id baru-baru ini menerbitkan artikel yang judulnya sungguh mengagetkan. Tulisan dengan menggunakan byline Rini Kustiasih itu berjudul “Peninjauan Kembali: Meski Bebas, Puskat UGM Nilai Irman Terbukti Menyuap.” Membaca judul artikel itu, pembaca tentu akan berasumsi bahwa mantan Ketua DPD RI itu dipenjarakan karena menyuap seseorang. Benarkah demikian?
Pertanyaan sesungguhnya bukan itu. Yang perlu dipertanyakan adalah kenapa sebuah suratkabar sebesar Kompas bisa menurunkan berita yang isinya terbalik dari fakta-fakta hukum, meskipun kasus Irman Gusman sudah bergulir lebih dari 3 tahun? Apalagi karena Pers Indonesia bekerja sesuai Kode Etik Jurnalisme dimana asas kesimbangan, imparsialitas, dan cover both sides semestinya selalu dipegang teguh dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa!
Orang awam yang sering membaca berita pun tahu bahwa Irman Gusman dipenjarakan bukan karena dituduh menyuap, tetapi karena dituduh disuap. Maka judul berita Kompas.id itu adalah kebalikan dari fakta yang sesungguhnya terjadi.
Jaksa tidak mendakwa Irman melakukan penyuapan, tetapi mendakwanya menerima uang suap. Dia tidak dituduh menyuap, tetapi dituduh disuap. Tuduhan inilah yang didakwakan dan dakwaan inilah yang menjadi dasar bagi hakim untuk memutus perkara tersebut dan menjatuhkan pidana 4 tahun 6 bulan.
Akan tetapi dakwaan jaksa KPK itu, berikut seluruh dalil dan argumentasinya, secara otomatis gugur demi hukum ketika Mahkamah Agung pada 24 September 2019 mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) perkara Irman Gusman dan pada saat bersamaan membatalkan putusan peradilan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu.
Maka seluruh dalil dan argumentasi jaksa dan majelis hakim di tingkat judex facti terhadap Irman Gusman menjadi tidak relevan lagi. Karena di mata para Hakim Agung yang mengadili perkara PK Irman Gusman, pemilihan pasal dakwaan jaksa KPK yang mendasari putusan PN Jakarta Pusat itu (Pasal 12 huruf b) dinilai tidak tepat. Itulah alasannya kenapa putusan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, maka dibutuhkan kepastian hukum tentang status perkara ini yaitu kepastian yang bersumber dari putusan kekuasaan kehakiman yang lebih tinggi, meskipun tugas Mahkamah Agung bukanlah memeriksa fakta-fakta persidangan sebab ia judex juris.
Itulah sebabnya Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara dimaksud sesuai kewenangannya sebagai judex juris yaitu dengan mengabaikan semua dakwaan jaksa di tingkat judex facti dan merumuskan sendiri dakwaannya dengan menggunakan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hasil akhirnya adalah Mahkamah Agung menjatuhkan pidana 3 tahun kepada Irman Gusman yaitu masa hukuman yang sebetulnya tidak diperlukan lagi, karena ketika putusan MA itu diturunkan, Irman sudah melewati masa 3 tahun itu. Artinya, apapun isi redaksi putusan MA tersebut, agar memenuhi syarat perumusan putusan pengadilan, sebetulnya telah disadari sebelumnya oleh para Hakim Agung bahwa putusan itu secara otomatis akan membuat Irman Gusman dibebaskan dari penjara.