MEDAN - Belakangan ini isu terkait ratusan bangkai babi yang dibuang di sungai ramai di beritakan di media massa. Berdasarkan hasil penelitian, ratusan bangkai yang dibuang tersebut diduga terinfeksi virus berbahaya.
Lantas mengapa ratusan bangkai babi yang dibuang dengan sengaja tersebut luput dari pantuan pemerintah dan aparat setempat. Persoalan babi bukan hal baru di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), banyaknya ternak babi ilegal membuat pemerintah kewalahan menghadapinya.
Hingga kini, belum ada data akurat mengenai jumlah ternak babi yang beroperasi secara ilegal di Sumut. Salah satu dampak negatif dari ternak babi ilegal adalah pembuangan limbah yang mencemari lingkungan hingga membuang bangkai babi yang terindikasi virus Hog Cholera.
Sejak bulan Oktober hingga saat ini, kasus kematian babi yang terdata terjadi di 11 kabupaten dan kota di Sumut. Saat ini, total babi yang mati mencapai 4.682 ekor lebih. Kepala Lingkungan IX, Kelurahan Terjun, Kota Medan, Syamsul Bahri mengatakan hingga hari ini bangkai babi masih ditemukan mengambang di sungai Bederah.
"Sampai pagi tadi masih banyak bangkai babi yang tersangkut di Sungai Bederah. Bau menyengat dari bangkai itu terus tercium oleh warga. Ada sekitar puluhan bangkai babi. Padahal, di daerah ini tidak ada peternak babi. Kami juga tidak tahu dari mana orang membuang bangkai babi ini," kata Syamsul, Jumat (8/11/2019).
Kepala Balai Veteriner Medan, Agustia mengimbau para peternak mengubur atau membakar bangkai babi yang terindikasi terjangkit virus. Tujuannya, untuk mencegah penyebaran virus ke ternak babi lainnya.
"Mohon kepada peternak yang babinya mati untuk tidak membuang babinya ke sungai, ataupun semak-semak sekitar rumah. Karena dikhawatirkan babi-babi yang mati bisa menyebarkan kepada ternak warga lain yang masih sehat," imbau Agustia.