ALJIR - Pengadilan Aljazair menghukum dua mantan perdana menterinya dengan hukuman penjara atas kasus pencucian uang.
Melansir BBC, Senin (16/12/2019) Ahmed Ouyahia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara sementara Abdelmalek Sellal divonis 12 tahun. Mereka dituduh menyalahgunakan wewenang dalam skandal penggelapan manufaktur mobil dan pencucian uang.
Ini merupakan pertama kalinya mantan perdana menteri menjadi terdakwa yang diadili sejak Aljazair merdeka dari Prancis pada 1962.
BACA JUGA: Ratusan Ribu Orang di Aljazair Berdemonstrasi Tuntut Presiden untuk Mundur
Keduanya adalah sekutu lama Presiden Abdelaziz Bouteflika, yang mengundurkan diri saat massa melakukan protes pada bulan April. Para pengunjuk rasa terus menyerukan reformasi besar-besaran, menuduh para pemimpin partai mengatur korupsi dan penindasan menjelang pemilihan presiden.
Ouyahia dan Sellal merupakan dua di antara 19 terdakwa yang diadili atas tuduhan pencucian uang, penyalahgunaan jabatan, dan pemberian hak istimewa yang tidak semestinya dalam industri perakitan kendaraan.
Salah seorang menteri kabinet yang sedang menjabat, Abdesalem Bouchoureb dijatuhi hukuman 20 tahun penjara in absentia. Surat perintah penangkapan internasional telah dikeluarkan untuknya di tengah laporan bahwa dia ada di luar negeri.
Pengacara kedua mantan perdana menteri memboikot persidangan, menuduh proses pengadilan "dipolitisasi" dan bertujuan "menyelesaikan masalah", lapor kantor berita AFP.
BBC melaporkan para terpidana itu memiliki waktu 10 hari untuk mengajukan banding terhadap hukuman itu.
Skandal yang menghantam sektor otomotif diluncurkan pada 2014 melalui kemitraan antara kelompok asing dan perusahaan besar Aljazair, yang sering kali dimiliki oleh pengusaha yang terkait dengan orang-orang yang dekat dengan Bouteflika, demikian laporan kantor berita AFP.
BACA JUGA: Pengunduran Diri Presiden Aljazair Tak Surutkan Demonstrasi
Putusan itu dikeluarkan dua hari sebelum pemilihan presiden, yang pertama sejak Bouteflika dipaksa keluar dari kantor kepresidenan.
Aktivis pro-demokrasi melihat pemilihan sebagai taktik oleh sekutu Bouteflika untuk mempertahankan kekuasaan, dan massa melakukan protes untuk menuntut pembatalan.
(dka)