ANKARA - Parlemen Turki telah mengesahkan undang-undang yang memberi izin bagi pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk mengerahkan pasukan militer ke Libya guna mengintervensi perang saudara di negara itu.
Parlemen Turki menyetujui UU itu pada Kamis 2 Desember, dengan 325 suara mendukung dan 184 suara menentang.
Turki bersekutu dengan pemerintah Libia sokongan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di Ibu kota Tripoli.
Pemerintah Libia, yang mendapat sokongan PBB, telah memerangi aksi pemberontakan kelompok militer di bawah pimpinan Jenderal Khalifa Haftar, yang berbasis di kawasan timur Libya.
Dalam percakapan melalui sambungan telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memperingatkan apa yang disebutnya sebagai "campur tangan asing" di Libya, kata Gedung Putih.
Baca juga:Â Drone Militer Amerika Serikat Hilang di Libya
Baca juga:Â Erdogan Sebut Turki Tak Bisa Tekan Laju Gelombang Pengungsi Dampak Perang Suriah
Mesir, yang mendukung Jenderal Haftar, mengecam keputusan parlemen Turki dengan mengatakan bahwa hal itu akan "berpengaruh negatif terhadap stabilitas di kawasan Mediterania".
Pekan lalu, Erdogan mengatakan akan meminta persetujuan parlemen untuk memberikan bantuan militer menyusul permintaan pemerintah Libya.
Mengutip BBC, Jumat (3/1/2020) Presiden Turki, yang Partai AK pimpinannya menguasai parlemen, mampu mengesahkan undang-undang itu tanpa partai-partai oposisi utama yang menentangnya.
UU tersebut memungkinkan Turki menempatkan pasukan non-tempurnya, untuk bertindak sebagai penasihat dan pelatih bagi pasukan pemerintah Libya dalam memerangi pasukan Jenderal Haftar.
Namun demikian, sejumlah pakar khawatir bahwa undang-undang itu dapat memperdalam keterlibatan Turki dalam konflik dan meningkatkan ketegangan dengan sejumlah negara yang merupakan pendukung Jenderal Haftar, seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Rusia.
Bagaimanapun, Wakil Presiden Turki, Fuat Oktay, mengatakan UU itu akan berlaku selama setahun, tetapi tidak memberikan rincian tentang skala potensi penempatan militer Turki di Libya.
"Kami siap. Angkatan bersenjata kami dan kementerian pertahanan kami siap," kata Oktay.
Pasukan Jenderal Haftar telah berusaha merebut ibu kota dari Pemerintahan Kesepakatan Nasiona (GNA), yang dipimpin Perdana Menteri Fayez al-Serraj.
Turki berpendapat konflik Libya dapat mengancam kepentingannya di negara itu dan stabilitas di kawasan tersebut.
Apa yang melatari perang saudara di Libya?
Libia saat ini luluh-lantak akibat kekerasan dan perpecahan semenjak penguasa lama, Muammar Gaddafi, digulingkan dan dibunuh pada 2011.
Semenjak saat itulah, negara tersebut dilanda perang saudara tanpa otoritas yang mampu mengendalikan secara penuh.
Episode konflik terbaru dimulai pada April tahun lalu, ketika Jenderal Haftar melancarkan serangan ke Tripoli dalam upaya menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional.Â
Namun delapan bulan kemudian, pertempuran berlanjut di mana pasukan militer GNA menghadang pasukan Jendral Haftar di kawasan teluk di pinggiran Tripoli bagian selatan.
Dalam beberapa pekan terakhir, pertempuran meningkat setelah Jendral Haftar mendeklarasikan apa yang disebutnya sebagai pertempuran "puncak" dan menentukan untuk merebut ibu kota.
Follow Berita Okezone di Google News