SEMARANG - Keraton Agung Sejagat di Purworejo Jawa Tengah, menggegerkan masyarakat karena klaim-klaim kontroversial. Selain klaim kekuasan seluruh negara di dunia, keraton itu disebut sebagai penerus Kerajaan Mataram.
Sejarawan dari Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Singgih Tri Sulistiyono mengatakan, klaim dari Raja Toto Santoso (42) mesti didukung bukti otentik dan kredibel. Berdasarkan pengamatannya, klaim itu lebih mengarah ke Kerajaan Mataram Hindu (Mataram Kuno).
"Kalau beliau-beliau baik raja maupun permaisuri itu mengaku keturunan Raja Mataram, dalam hal ini tampaknya mereka cenderung mengindentifikasikan dirinya dengan Mataram Hindu, bukan Mataram Islam yang sekarang sisa-sisanya masih ada," kata Singgih, Jumat (17/1/2020).
"Kan perlu ada bukti-bukti yang otentik yang juga kredibel, atas klaimnya itu. Karena dia menggunakan dasar-dasar historis atau sejarah apa untuk mengukuhkan keberadaannya pada saat ini," sambungnya.
Dia menilai, dokumen-dokumen maupun prasasti yang di kawasan keraton tak menunjukkan keterkaitan dengan Kerajaan Mataram. Selain itu, Kerajaan Mataram Kuno dengan Wangsa Sanjaya dan Syailendra sudah tak ditemukan jejaknya lagi sejak abad ke-11.
"Saya kira dokumen-dokumen yang sekarang ada dan saya tahu tampaknya kok belum ada ya (keterkaitan)," tutur Guru Besar Undip yang terlibat dalam penyelidikan kasus Keraton Agung Sejagat bersama Polda Jateng itu.
"Kalau secara logika juga sulit diterima ya, karena keberadaan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah ya di Bumi Mataram itu kan sejak abad ke-7 dan ke-8. Kemudian setelah abad ke-11 itu kan tidak ada informasi lagi yang berdasarkan prasasti atau informasi yang ada," bebernya.
Dia menjelaskan, Kerajaan Mataram kemudian bergeser ke Jawa Timur dan berdiri Wangsa Isyana. Kemudian lahir dinasti dan kerajaan-kerajaan yang silih berganti mulai dari Kerajaan Mpu Sendok, Kahuripan, Erlangga, Dharmawangsa, Jenggala, Kediri, kemudian Singasari dan Majapahit.
"Kalau di Jawa Tengah, Mataram waktu itu Wangsa Sanjaya dan Syailendra. Kerajaannya di sekitar Jogja - Magelang, karena kita bisa menemukan bekas-bekas candi jadi diperkirakan situ. Kalau keratonnya sendiri analisisnya yang baru di Candi Boko. Sedangkan untuk Prambanan, Borobudur, Pawon, Mendut itu bukan keraton tapi tempat ibadah Hindu maupun Budha," lugasnya.
"Jadi dinasti di Jawa Tengah sepertinya sudah tidak ada kabar lagi waktu itu. Lalu dia (Raja Toto Santoso) memperoleh itu dari mana. Saya juga masih belum tahu," timpal dia.