JAKARTA- Seorang dokter bernama A harus terseret ke meja pengadilan, usai bertengkar dengan orang tuanya sendiri. Keributan itu terkait biaya pesta perkawinan yang akan dilakukan oleh terdakwa dr A.
Melansir dari putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta bernomor 168/PID.SUS/2020/PT/DKI, keributan berawal dari penundaan pembayaran cicilan yang dilakukan oleh sang ayah terhadap biaya sewa gedung Hotel mewah di kawasan Senayan, Jakarta.
Semula tempat itu dipersiapkan untuk pelaksanaan resepsi pernikahan antara terdakwa dengan pasangannya pada tahun 2017 silam.
Keesokan harinya, dr A kembali mendatangi ayahnya untuk meminta membayar sisa cicilan sewa gedung. Namun sang ayah menyarankan agar calon mertua dari dr A untuk menemui terlebih dahulu baru kemudian cicilan sewa gedung dibayarkan.
Tak terima mendengar ucapan tersebut, terdakwa dr A malah marah dan hendak memukul sang ayah. Melihat hal tersebut ibundanya pun berusaha melerai agar sang anak tak memukul suaminya.
Akan tetapi, dr A malah mengeluarkan kata-kata yang tak mengenakan kepada sang ibu. Ia dan sang suami pun terpukul dengan tindakan yang diterimanya dari sang anak.
Setelah beberapa waktu berlalu, anak yang dirawat dan dibesarkan pun akhirnya melangsungkan pernikahan tanpa mengundang dan menghapus nama kedua orang tuanya pada undangan pernikahan itu.
Ditambah lagi sang ayah dan ibundanya membaca sebuah media memuat pesta anaknya dan dituliskan bahwa dr A telah putus hubungan dengannya. Atas adanya kejadian itu membuat keduanya menjadi depresi.
Hingga akhirnya langkah hukum diambil oleh ayah dan ibu untuk membawa kasus tersebut ke meja hijau. Hasilnya pada 10 Maret, PN Jakarta Selatan pun menyatakan tindakan dari dr A merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 5 huruf b UndangUndang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
"Menyatakan Terdakwa dr A telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'Kekerasan Psikis Dalam Lingkup Rumah Tangga,”'tulis putusan itu.
PN Jaksel juga menjatuhkan hukuman percobaan 3 bulan penjara yang tidak perlu dijalani jika dr A tidak melakukan tindakan perbuatan pidana. Adanya putusan tersebut Jaksa dan terdakwa dr A mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.