JAKARTA - Polri mengakui bahwa penyidik Bareskrim ingin membawa Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani terkait dengan kasus demo anarkis penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengungkapkan bahwa, hal itu dilakukan untuk kepentingan penyelidikan terkait dengan perkara yang saat ini sedang bergulir di Bareskrim Polri.
"Jadi intinya benar bahwa ada anggota dari Reserse Bareskrim Polri datang ke rumah Pak Ahmad Yani. Kami melakukan penyelidikan berkaitan dengan adanya anarkis tanggal 8," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (20/10/2020).
Argo menyebut, pihak Bareskrim Polri kini menunggu kehadiran dari Ahmad Yani untuk menjalani pemeriksaan terkait dengan pengembangan kasus itu.
"Jadi yang bersangkutan akan memberi keterangan hari ini, sekarang sedang kami tunggu," ujar Argo.
Sekadar diketahui, Polri merilis penangkapan terhadap delapan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait kasus kerusuhan unjuk rasa menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
Dalam perkara ini, Polri mengungkap adanya dugaan provokasi yang dilakukan oleh empat orang anggota KAMI di Medan, Sumatera Utara. Hasutan itu dilakukan di Grup WhatsApp. Diantaranya adalah melempari, Gedung DPR dan polisi dengan batu hingga menyiapkan bom molotov.
Sebelumnya, Argo mengatakan, ada sembilan tersangka terkait kasus ini. Satu di antaranya bukan merupakan anggota KAMI, namun memiliki peranan yang serupa di sosial media.
"Dari Medan ini ada menemukan dua laporan polisi, kemudin ada empat tersangka yang kita lakukan penangkapan dan penahanan. Inisial KA, JG, NZ, dan WRP," tutur Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 15 Oktober 2020.
Argo menyebut, KA merupakan admin dari Whatsapp Grup dengan banyak member yang bergabung. Dia sempat menuliskan terkait pengumpulan massa untuk melempari DPRD Sumatera Utara, polisi, dan meminta pengunjuk rasa agar tidak mundur atau pun takut saat demonstrasi RUU Cipta Kerja.
KA juga mengumpulkan dana untuk logistik konsumsi makanan bagi pengunjuk rasa. Kemudian tersangka JG juga menuliskan dalam Whatsapp Grup agar massa dapat menggunakan batu dan bom molotov saat beraksi. Dia juga meminta agar terjadi skenario kerusuhan 1998 disertai penjarahan toko dan rumah milik warga keturunan China dalam demo RUU Cipta Kerja.
Sementara, Tersangka NZ juga menuliskan hal serupa bernada provokasi. Termasuk tersangka WRP yang turut menghasut dengan mewajibkan massa membawa bom molotov.
"Bom molotovnya ada ini kita dapatkan. Sama pilok untuk buat tulisan. Bom molotovnya untuk melempar mobil, terbakar. Ini menggunakan pola hasut, pola hoaks. Polanya seperti itu. Sudah semua peran-perannya kelihatan," ujar Argo.