WASHINGTON - Proses Pemilu Amerika Serikat (AS) memang telah rampung, dan tengah dilakukan perhitungan. Namun, perolehan suara yang tipis membuat kedua calon yakin mampu menjadi Presiden AS.
Bahkan salah satu calon presiden, Donald Trump, mengatakan akan menghentikan proses penghitungan suara lewat surat, lantaran menemukan indikasi kecurangan. Meski demikian, Matthew Weil, director of the Bipartisan Policy Research Center's elections project menilai hal itu sulit dilakukan.
"Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan khusus untuk menghentikan proses penghitungan hukum," katanya seperti dilansir dari BBC.
Profesor di Columbia University Law School, Richard Briffault, juga mengatakan bahwa perselisihan surat suara di negara bagian bisa disengketakan, tetapi mereka tetap harus memiliki kasus yang menimbulkan masalah konstitusional, agar diterima Mahkamah Agung.
"Tidak ada proses standar untuk membawa sengketa pemilu ke Mahkamah Agung. Ini sangat tidak biasa dan harus melibatkan masalah yang sangat signifikan," katanya.
Jika hasil pemilu ditantang, diperlukan tim hukum untuk menggugat hasil tersebut di pengadilan negara bagian. Hakim negara kemudian perlu melihat apakah diperlukan penghitungan ulang, dan hakim Mahkamah Agung kemudian dapat diminta untuk membatalkan putusan suara masuk.
Di beberapa tempat, penghitungan ulang secara otomatis dipicu jika marginnya cukup dekat. Hal ini yang terjadi di Florida pada pemilihan presiden tahun 2000 antara George W Bush dan Al Gore.
Tapi, karena ini adalah pemilihan presiden, ada tenggat waktu federal dan konstitusional utama untuk melanjutkan:
Negara bagian memiliki waktu sekira lima minggu sejak 3 November untuk menentukan kandidat mana yang memenangkan pemilihan presiden. Tenggat waktu ini kemudian disebut "safe harbour" sampai 8 Desember.
Jika negara bagian belum juga dapat menetapkan hasilnya, ingat presiden dipilih oleh electoral college dan bukan popular vote. Kongres dapat memutuskan ada pemilih tidak akan dihitung dalam penghitungan akhir.
Pada 14 Desember, para pemilih bertemu di negara bagian masing-masing untuk memberikan suara.
Jika masih belum memiliki pemenang mayoritas setelah 6 Januari, maka Kongres memutuskan hasil dalam apa yang disebut pemilihan kontingen.