Selain itu, tantangan berikutnya adalah adalah 57,5% dari 126,1 juta penduduk yang bekerja, masih masuk ke dalam katagori pendidikan rendah, karena rendahnya pendidikan tidak menutup kemungkinan besar pula rendahnya kesadaran dalam menjalankan K3.
Di era new normal atau adaptasi kebiasan baru seperti saat ini, dunia kerja dituntut untuk tetap produktif, maka jika tidak kegiatan produksi akan terhenti dan pada akhirnya perusahaan tidak mampu membayar gaji karyawan, PHK tak terhindarkan. Mengantisipasi itu semua, Direktur Pengawasan Norma K3 Kementrian Tenaga Kerja, DR. Ghazmahadi dalam pemaparannya mengatakan bahwa K3 menjadi suatu keharusan agar dunia industri tetap produktif dan tentunya tetap aman.
“Ibu Menteri Ketenagakerjaan juga sudah mengeluarkan surat edaran, kita tetap mengikuti kaidah-kaidah terutama protokol-protokol Covid-19. Artinya setiap pekerjaan, menyediakan tempat mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, sisi waktu pun diatur, supaya tidak terjadi kerumunan yang sangat besar dan tentunya adalah pemakaian masker,” tuturnya.
Berbagai upaya dan pendekatan yang dilakukan, tentunya adalah dengan mengedukasi masyarakat bahwa bekerja bukan hanya mengejar produktivitas tapi juga mengedepankan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3. Lebih lanjut DR. Ghazmahadi menyatakaan bahwa sebagai sebuah konsep, Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 bersifat dinamis, bisa saja saat ini sudah dianggap cukup oke akan tetapi sering berjalannya waktu dan tantangan di dunia kerja derajat keselamatan pun harus ditingkatkan, contohnya seperti di masa pandemi.
“Jadi sebagai sebuah ilmu, sebagai sebuah cara, ini K3 harus mengalami sebuah proses yang updating, yakni proses yang pembaharuan. Sehingga betul-betul akan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada seperti pandemi saat ini,” tegasnya.
Anwar Sanusi, Ph.D (Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan RI) . Foto: Dok.Okezone