BANGKOK – Para aktivis yang ikut serta dalam demonstrasi anti-monarki di Thailand telah dipanggil untuk menghadapi dakwaan berdasarkan lèse-majesté, yang mengkriminalisasi penghinaan terhadap kerajaan. Para aktivis terancam hukuman hingga 15 tahun penjara untuk setiap dakwaan terkait undang-undang tersebut.
Ini adalah pertama kalinya lèse-majesté digunakan dalam lebih dari dua tahun, yang memicu kritik terhadap Pemerintah Thailand.
BACA JUGA: Demonstran Thailand Tuntut Perdana Menteri Mengundurkan Diri dalam 3 Hari
Thailand telah diguncang oleh aksi protes yang dipimpin mahasiswa selama berbulan-bulan, dengan para demonstran menuntut perubahan pada sistem monarki. Para pengunjuk rasa juga menyerukan reformasi konstitusi dan pencopotan perdana menteri negara itu.
Pada Selasa (24/11/2020), Parit Chiwarak, seorang aktivis mahasiswa terkemuka, mengatakan bahwa dia telah menerima panggilan untuk lèse-majesté, di antara dakwaan lainnya. Tetapi pria berusia 22 tahun itu mengatakan bahwa dia "tidak takut".
"Langit-langit telah rusak. Tidak ada yang bisa menahan kita lagi," ungkapnya sebagaimana dilansir BBC.
BACA JUGA: Demonstran Thailand Lempari Markas Polisi dengan Cat
Setidaknya enam pemimpin protes utama lainnya, termasuk pengacara hak asasi manusia Anon Nampa dan Panusaya Sithijirawattanakul, diperkirakan akan menghadapi tuduhan yang sama.
Hukum lèse-majesté Thailand, yang melarang penghinaan apa pun terhadap monarki, termasuk yang paling ketat di dunia. Pekan lalu, setidaknya 41 orang terluka setelah bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi di ibu kota Thailand, Bangkok.
Follow Berita Okezone di Google News