Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pemburu Bom di Medan Perang Ini Pertaruhkan Nyawa Demi Gaji Rp15 Juta

Susi Susanti , Jurnalis-Rabu, 30 Desember 2020 |12:16 WIB
Pemburu Bom di Medan Perang Ini Pertaruhkan Nyawa Demi Gaji Rp15 Juta
Foto: Daily Mirror
A
A
A

SURIAH - Ini adalah pekerjaan paling berbahaya di dunia. Para pemburu bom ini mempertaruhkan nyawa dan anggota tubuh untuk mendeteksi ranjau ISIS, hanya demi bayaran 800 poundsterling sebulan.

Mereka harus berani menyisiri ladang pembunuhan yang penuh dengan bahan peledak teroris paling canggih dan brutal di planet ini.

Para pemburu ranjau ini sangat terlatih dan gigih. Setelah sembilan tahun perang akibat konflik agama dan kekuasaan, masing-masing dari mereka mewakili kisah mereka sendiri yang tragis dan mengerikan.

Namun mereka mengesampingkan semua hal itu saat mereka perlahan-lahan membersihkan ladang Suriah dari berbagai ranjau darat.

Veteran Inggris Mayor Chris Hunter, 47, seorang ahli pembuangan bom SAS, bersama dengan dua mantan tentara Inggris lainnya yakni Rob Wood, 45, dan Jon Carr, 46, memimpin proyek kemanusiaan Suriah, untuk mencari ranjau darat ini.

“Ini adalah saudara dan saudari kami, tim yang ketat dan kami bergantung pada keberanian dan keterampilan mereka untuk membersihkan ranjau,” terang Hunter, dikutip Mirror.

(Baca juga: Setidaknya 7 Tewas Akibat Gempa M 6,4 yang Guncang Kroasia)

“Kehidupan kami teknisi bom bergantung pada mereka. Mereka menemukan ranjau, kami membersihkannya dan kami mempercayai mereka semua dengan hidup kami,” terang rekan veteran Rob, dari Aberdeen.

Ketiga veteran asal Inggris ini membimbing sekitar puluhan pencari ranjau berisiko tinggi yang bertempur di zona perang di seluruh dunia. Termasuk di Suriah, Irak dan Afghanistan.

Setiap bom yang mereka tangani di sini memiliki potensi ledakan dua kali lipat dari bom Manchester dan tiga kali kekuatan perangkat yang digunakan dalam serangan 7/7 di London pada 2005.

Jadi mereka bertuga mencari ranjau dan menandai lokasinya. Kemudian teknisi bom Inggris akan menjinakkannya.

Para pencari ranjau ini harus menggunakan baju anti-ledakan, masker wajah dan menjelajahi gurun dengan detektor ranjau Vallon.

Tim ini bekerja untuk ITF, sebuah LSM kemanusiaan Slovenia yang disponsori oleh Badan Pembangunan Austria dan Knights of Columbus.

Di sebuah lokasi rahasia di Hasakah, di timur laut Suriah, Zeelan Ismail, 20, telah menjadi pencari ranjau berisiko tinggi sejak berusia 17 tahun.

Dia menghasilkan sekitar 800 poundsterling (Rp15 juta) sebulan, lebih dari gaji rata-rata Suriah sekitar 220 poundsterling (Rp4 juta) sebulan.

Zeelan memiliki alasan pribadi untuk melakukan pekerjaan itu. Dia ingin mendobrak batasan tentang diskriminasi terhadap wanita.

“Revolusi di Suriah telah memungkinkan perempuan untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki karena kita harus melakukan sesuatu untuk membersihkan negara,” terangnya.

“Ketika saya pertama kali mulai melakukan pekerjaan ini, saya harus merahasiakannya dari keluarga saya karena mereka tidak ingin saya melakukan apa yang pernah dianggap sebagai pekerjaan laki-laki,” ungkapnya.

“Tetapi ketika saya mulai membawa pulang uang, saya harus mengatakan yang sebenarnya kepada mereka. Mereka tidak senang tapi itu pilihan saya. Bahkan suami saya berkata kepada saya jika ini adalah profesi pilihan saya maka saya harus melakukannya,” jelasnya.

Hanya dalam tiga tahun Zeelan telah membantu membersihkan lebih dari 100 ranjau dari dataran Suriah, gurun, dan kota.

Dia juga memiliki alasan kuat karena ayahnya terbunuh dalam ledakan besar. Kepergian sang ayah membuat keluarganya mengalami kesulitan keuangan. Selain itu, dia telah kehilangan banyak teman-temannya.

Dia juga melakukannya untuk masa depan negaranya, dan generasi yang akan datang.

Semetara itu, pencari ranjau lainnya, Judi Murad, 23, sangat ingin menghapus kejahatan ISIS sebanyak yang dia bisa.

Veteran penjinak bom Inggris Jon mengatakan para pencari ranjau ini percaya mereka adalah tim pencari ranjau terbaik.

“Suatu hari, salah satu pencari memberi tahu kami tentang kemungkinan adanya perangkat hanya dengan melihat sedikit perubahan warna pada vegetasi,” terangnya.

“Mereka dilatih untuk menyesuaikan dengan tanda tanah dan melihat tanda-tanda awal dari sesuatu yang mencurigakan dan itu adalah keputusan yang sangat bagus. Secara budaya mereka adalah orang yang sangat tenang,” tambahnya.

Ribuan bom ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dibersihkan.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement