Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Fasilitas Nuklir Iran Tetap Rentan terhadap Serangan, Termasuk dari Israel

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Jum'at, 22 Januari 2021 |07:11 WIB
Fasilitas Nuklir Iran Tetap Rentan terhadap Serangan, Termasuk dari Israel
Iran menghabiskan dana besar untuk mengembangkan rudal darat ke udara guna mencegah serangan udara.
A
A
A

Apapun caranya, Fakhrizadeh - dikenal sebagai "bapak program nuklir Iran" dan yang oleh badan intelijen AS dikatakan mengembangkan senjata nuklir secara diam-diam, telah dibunuh.

Israel belum mengeluarkan tanggapan tentang siapa yang berada di balik pembunuhan ilmuwan Iran itu.

Sebelum pembunuhan Fakhrizadeh, antara tahun 2010 hingga 2012, empat ilmuwan nuklir terkemuka juga dibunuh di wilayah negara itu, di antaranya dilakukan dengan bom mobil.

Lagi-lagi, Israel tidak mengakui atau membantah keterlibatannya.

Tetapi pembunuhan itu menunjukkan bahwa meskipun ada pengamanan ketat, keamanan negara Iran, pelaku-pelaku pembunuhan mampu mencapai sasaran mereka, sehingga menjegal kapasitas intelektual di bidang teknologi nuklir negara itu.

Serangan siber

Terjadi perang yang tak dideklarasikan di dunia maya; Iran berhadapan dengan kubu AS, Israel dan Arab Saudi.

Pada 2010, sebuah perangkat lunak jahat dengan kode Stuxnet secara diam-diam dimasukkan ke dalam komputer yang mengendalikan sentrifugal pengayaan uranium di Natanz.

Akibatnya terjadilah kekacauan, membuat sentrifugal berputar-putar di luar kendali dan menyebabkan program pengayaan itu mengalami kemunduran beberapa tahun.

Serangan siber tersebut banyak dilaporkan sebagai ulah dari Israel, meskipun sejumlah ahli AS dan Israel diyakini bekerja sama dalam mengembangkan piranti lunak Stuxnet.

Tak lama kemudian Iran melancarkan pembalasan, dengan memasukkan piranti lunak jahatnya sendiri dengan kode Shamoon ke dalam jaringan komputer perusahaan minyak negara Arab Saudi, Saudi Aramco. Akibatnya, 30.000 komputer lumpuh dan produksi minyak Arab Saudi terganggu.

Peristiwa itu disusul dengan serangan-serangan lain.

Risiko terus-terusan

Perjanjian nuklir tahun 2015 - Rencana Aksi Komprehensif Gabungan - seharusnya memberikan pembatasan ketat terhadap aktivitas nuklir Iran sehingga tidak sampai membuat musuh-musuhnya merasa perlu melakukan serangan militer.

Namun Israel dan Arab Saudi selalu bersikap skeptis terkait perjanjian itu karena menganggapnya terlalu lunak dan bersifat sementara, dan juga karena tidak mencakup program rudal balistik Iran.

Sekarang, kedua negara itu tak begitu berharap pada presiden baru AS, Joe Biden untuk menghidupkan kembali perjanjian, kecuali jika kekhawatiran-kekhawatiran tersebut diatasi.

Tak seorang pun di kawasan Teluk menghendaki perang lagi.

Bahkan serangan rudal terhadap infrastuktur minyak Arab Saudi pada tahun 2019, yang diyakini dilakukan oleh Iran dan sekutu-sekutunya, tidak dibalas.

Tetapi sepanjang ada kecurigaan bahwa Iran secara diam-diam mengembangkan hulu ledak nuklir, maka risiko serangan terhadap fasilitas-fasilitasnya dengan tujuan menghentikan gerak negara itu, akan selalu ada.

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement