JAKARTA - Mantan Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rohadi didakwa menerima suap Rp4,66 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) dan perkara lainnya pada Senin 1 Februari 20210 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Suap pertama diterima Rohadi sebesar Rp1,21 miliar dari Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie terkait pengaturan perkara. Suap diberikan agar kedua orang tersebut dapat diputus bebas di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
"Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Senin (1/2/2021).
Baca Juga: Kasus Penyerangan Novel Baswedan Disidang Mulai Kamis 19 Maret di PN Jakut
Jaksa menerangkan perkara yang melibatkan Robertus dan Jimmy selaku anggota DPRD Papua Barat periode 2009-2014 adalah tindak pidana korupsi (Tipikor). Di pengadilan tingkat pertama, keduanya dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan. Sementara pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jayapura menaikkan hukuman Robert menjadi 4 tahun penjara dan Jimmy menjadi 2 tahun penjara. Hal itu membuat kedua terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA.
Jaksa menjelaskan pengurusan perkara di tingkat kasasi ini melibatkan peran Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura, Julius C. Manupapami dan Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura, Sudiwardono.
Jaksa menerangkan, atas penerimaan uang tersebut, Rohadi selanjutnya melakukan sejumlah upaya untuk “mengurus” kasasi perkara tipikor yang melibatkan Robert dan Jimmy di Mahkamah Agung, antara lain berupaya mendapatkan informasi nomor register perkara, mencari tahu penunjukkan majelis hakim yang akan menyidangkan untuk nantinya akan dilakukan pendekatan.
"Dan mencoba melobby staf di Mahkamah Agung yang bertugas membuat resume perkara, serta menginformasikan perkembangannya kepada Sudiwardono dan Julius yang kemudian meneruskan kepada Robert dan Jimmy," kata Jaksa.
Baca Juga: MA Bocorkan 3 Hal Dikabulkannya PK Terpidana Korupsi
Rohadi pun menyanggupi untuk membantu dengan mengatakan bahwa perkara itu masuk ke ranah perdata sehingga akan dikoordinasikan kepada hakim yang menyidangkan di MA agar nanti dapat dibebaskan. Sudiwardono dan Julius menyampaikan kepada Robert dan Jimmy agar masing-masing menyiapkan uang sebesar Rp1 M. Uang itu disetujui Robert dan Jimmy dengan penyerahan secara bertahap.
Selain itu, Robert juga mentransfer sejumlah uang 'biaya operasional' Sudiwardono dan Julius yang beberapa kali pergi ke Jakarta untuk bertemu Rohadi. Terhadap Julius. Robert mentransfer Rp40 juta dan Rp110 juta ke rekening Tyas Susetyaningsih (anak Sudiwardono).
Jimmy memberikan sejumlah uang kepada Sudiwardono dan Julius senilai total Rp2,295 miliar. Jimmy juga mentransfer Rp125 juta kepada Julius dan Rp50 juta kepada Sudiwardono melalui anaknya Tyas Susetyaningsih.
"Bahwa dari keseluruhan uang yang diserahkan oleh Robert dan Jimmy tersebut, sebesar Rp900 juta telah diserahkan secara tunai oleh Sudiwardono dan Julianus kepada Terdakwa," jelasnya.
Rohadi juga menerima pemberian lain yakni uang Rp310 juta, sehingga total yang diterima sebesar Rp1,21 miliar.
Atas perbuatannya itu, Rohadi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, Rohadi juga didakwa telah menerima sejumlah pemberian uang dengan total Rp 3,4 miliar.
Masing-masing dari Jeffri Darmawan melalui perantara Rudi Indawan sebesar Rp110 juta; dari Yanto Pranoto melalui perantara Rudi Indawan Rp.235 juta; dari Ali Darmadi Rp1.608.500.000,00; serta dari Sareh Wiyono Rp1,5 miliar.
Pemberian uang juga terkait dengan pengaturan sejumlah perkara. Adapun Rudi Indawan adalah Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri Palembang.
"Bahwa Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang yang diterima tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Terdakwa, atau menurut pemikiran Rudi, Ali dan Sareh ada hubungan dengan jabatan Terdakwa yang dianggap mampu “mengurus” perkara karena dikenal mempunyai kedekatan dengan
beberapa pejabat dan hakim di Mahkamah Agung," kata Jaksa.
Terkait ini, Rohadi didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP
(Arief Setyadi )