YANGON - Para pedemo di Myanmar pada Senin (15/2/2021) mengecam keputusan pemerintahan militer untuk memperpanjang penahanan Aung San Suu Kyi sampai Rabu (17/2/2021). Tentara dan kendaraan militer dikerahkan pada Senin dan tampaknya pengamanan lebih besar diberlakukan di kota-kota besar.
Di Mandalay, tentara menggunakan peluru karet dan ketapel untuk membubarkan demonstrasi di depan Bank Ekonomi Myanmar. Media setempat melaporkan beberapa orang cedera.
BACA JUGA: PBB Peringatkan Myanmar Terkait Tindakan Keras Terhadap Pengunjuk Rasa
Media melaporkan bahwa di Yangon, kota paling padat di Myanmar, jumlah pengunjuk rasa yang berkumpul pada Senin lebih sedikit, sebagian diakibatkan oleh kehadiran militer dalam jumlah yang lebih besar di jalan-jalan.
Polisi di Ibu Kota Naypyidaw menahan 20 mahasiswa pedemo. Kantor berita Reuters melaporkan mereka kemudian dibebaskan.
Pihak militer menahan Suu Kyi dengan tuduhan memiliki walkie-talkie yang diimpor secara ilegal dua minggu yang lalu ketika mereka merebut kekuasaan. Dia dikenakan tahanan rumah di kediaman resminya di Naypyitaw. Perintah penahanan Suu Kyi seharusnya berakhir pada Senin.
Minggu (14/2/2021)malam sampai Senin dini hari, penguasa memutus akses ke Internet, tetapi pada Senin pagi akses itu dihidupkan kembali.
BACA JUGA: Kudeta Militer Myanmar, Demonstran Diancam Penjara 20 Tahun
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, pembatasan seperti itu, dan penahanan para pemimpin politik dan masyarakat “sangat memprihatinkan.”
“Sekjen sangat prihatin atas situasi di Myanmar, termasuk peningkatan penggunaan kekuatan dan laporan tentang pengerahan kendaraan lapis baja tambahan di kota-kota besar,” kata juru bicara Guterres dalam sebuah pernyataan pada Minggu.
“Sekjen menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar agar menjamin hak untuk berkumpul secara damai dan demonstran tidak dihadapkan pada pembalasan. Laporan tentang kekerasan, intimidasi yang terus berlangsung dan gangguan oleh personil keamanan tidak bisa diterima.”