Ia lantas menyimpan mayat itu dalam peti jenazah dan beberapa hari kemudian ia menyerahkannya kepada keluarga yang memesan mayat itu dengan imbalan uang.
Keluarga menyerahkan uang sebesar 107.000 yuan atau sekitar Rp240 juta. Dari jumlah itu, Hung mengantongi Rp200 juta, sedangkan sisanya diberikan kepada seorang perantara yang kini telah meninggal dunia.
Menukar peti jenazah
Keluarga yang bersangkutan lalu menempuh proses kremasi mayat yang ada di dalam peti jenazah yang diserahkan oleh Huang, seolah mayat itu adalah anggota keluarganya sendiri.
Mayat asli dari keluarga itu sendiri secara diam-diam dikubur sebagaimana lazimnya tradisi pemakaman.
Setelah korban hilang pada 2017, ia dilaporkan sebagai warga yang hilang.
Kepolisian memerlukan waktu lebih dari dua tahun sebelum berhasil membongkar kejahatan ini dan melacak pelaku. Pada September 2020, Huang dijatuhi hukuman mati yang pelaksanaannya ditangguhkan. Ia mengajukan banding atas keputusan pengadilan.
Pada akhirnya permohonan banding Huang ditolak Pengadilan Tinggi Guangdong pada Desember 2020 dan hukuman mati yang eksekusinya ditunda itu dikukuhkan oleh pengadilan.
Ini berarti Hung akan menjalani hukuman penjara seumur hidup jika ia tidak mengulangi kejahatannya dalam tempo dua tahun.
Keluarga yang menyewa Huang dinyatakan bersalah "menghina mayat", tetapi tidak dijatuhi hukuman penjara. Tidak jelas apakah mereka dikenai denda sebagai ganti dari hukuman penjara.
Berita ini baru mencuat pekan lalu setelah portal berita menerbitkan tulisan tentang keluarga korban.