INDIA - Beberapa tahun yang lalu saat mengemudi di jalan berbukit sempit di India, Tarsh Thekaekara, melihat seekor gajah jantan besar tanpa gading berjalan lurus ke arahnya.
"Tidak ada ruang untuk memutar balik, jadi saya menghentikan mobil, keluar dan berlari ke belakang," kata Thekaekara kepada BBC.
"Jika Anda berada dekat sekali dengan gajah, mereka akan menyerang dan jika Anda berada di dalam kendaraan, mereka akan mengejek,” lanjutnya.
Namun anak-anak setempat yang saat itu sedang berjalan menertawakan kepanikannya.
"Mereka bilang 'jangan takut, gajah ini seperti sapi. Dia datang untuk minum air dan tidak akan menyakitimu'."
Dan mereka benar.
Thekaekara merasa sangat heran karena gajah itu mengabaikannya dan bergerak turun menuju lubang air.
Thekaekara, yang merupakan peneliti gajah dan bekerja di divisi hutan Gudalur di India selatan (tempat dia bertemu gajah itu), menganggap perilaku ini aneh dan ingin tahu lebih banyak.
Gajah datang dan...tinggal di kota
Thekaekara kemudian datang untuk mencari tahu bagaimana penduduk setempat hidup berdampingan dengan gajah liar yang dinamai Ganesan, nama dewa berkepala gajah dalam mitologi Hindu.
Di banyak bagian dunia, gajah sering datang ke pemukiman manusia untuk mencari makanan dan air.
(Baca juga: Tak Becus Urus Covid-19, PM Thailand Dituntut Mundur, Demonstrasi Bentrok dengan Polisi)
Biasanya mereka kembali ke hutan setelah beberapa hari.
Tetapi di India selatan banyak gajah liar, seperti Ganesan, mulai beradaptasi untuk hidup berdampingan dengan manusia.
Gajah itu memilih untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di kota-kota yang berbatasan dengan kawasan hutan besar.
Lebih dari 250.000 orang tinggal di kota Gudalur dan desa-desa yang berdekatan.
Kawasan hutan seluas 500 kilometer persegi ini diselingi dengan perkebunan teh dan kopi serta merupakan rumah bagi sekitar 150 gajah liar.
Beberapa gajah begitu terbiasa dengan kehidupan perkotaan, bahkan ketika petasan dilepaskan di hadapan mereka atau genderang dipukul dengan keras di dekatnya, gajah seperti Ganesan, tidak pernah menyerang.
"Perilaku ini bertentangan dengan semua ilmu yang saya tahu," kenang Thekaekara.
"Gajah-gajah itu tidak menunjukkan sikap bertahan atau menyerang,” ujarnya.
Praktek penjinakan dan pelatihan gajah liar dikecam oleh berbagai kelompok pelindung hewan, walaupun masih terjadi di banyak negara di dunia.
Prosesnya memakan waktu berbulan-bulan dan melewati beraga penyiksaan seperti memasukkan gajah ke dalam sel isolasi sampai mereka "belajar untuk mematuhi pawang gajah mereka".
Namun, penemuan Thekaekara ini tampaknya menyiratkan bahwa gajah liar mampu belajar hidup berdampingan dengan manusia, secara mandiri.
Sebagai peneliti utama Proyek Pemantauan Gajah Gudalur, Thekaekara memutuskan untuk mempelajari semua gajah di daerah tersebut dan akhirnya membuat profil 90 gajah liar termasuk lima di antaranya hidup di antara manusia.
Studi ini menemukan bahwa yang berlindung di kota selalu gajah jantan yang lebih tua.
Thekaekara juga mempelajari tentang bagaimana gajah dapat bertahan hidup yaitu bisa mendapatkan makanan dan air.
"Selama tiga tahun kami melacak Ganesan. Dia tidak pernah masuk ke dalam hutan. Dia menghabiskan seluruh waktunya di antara orang-orang,” terangnya.
"Dia secara teratur tidur di sisi jalan. Dia mendorong belalainya ke bus-bus dan terkadang memecahkan kaca depan. Dia juga menyerang beberapa tuk-tuk,” lanjutnya.
Ganesan juga terbiasa mengambil air dari tangki air yang dipasang di rumah-rumah.
Terkadang gajah mengganggu pekerjaan di perkebunan teh, menghentikan lalu lintas, mengambil buah dan sayuran dari pedagang tetapi dia tidak menyakiti siapa pun.
Wilayah Gudalur adalah bagian dari Cagar Biosfer Nilgiris yang tersebar di tiga negara bagian.
Hutan di sana adalah rumah bagi lebih dari 6.000 gajah Asia.
Lanskap bergelombang ini juga memiliki populasi harimau yang berkembang pesat dan merupakan salah satu habitat satwa liar yang dilindungi dengan baik di India.
Thekaekar memperkirakan bahwa ada lebih dari 20 gajah liar di India selatan yang sekarang tinggal di kota-kota.
Salah satu gajah tersebut adalah Rivaldo yang telah tinggal di pos bukit terkenal, Ooty.
Sebuah video yang menampilkan Rivaldo mengambil biryani ayam dari seseorang dan memakannya menjadi viral dan membuat banyak orang penasaran.
Tetapi sebagai peneliti gajah, Thekaekara dapat dengan mudah menguraikan apa yang sedang terjadi.
"Pada dasarnya gajah suka nasi dan garam. Ayam itu kebetulan," kata Thekaekara. Gajah adalah herbivora.
Gajah liar menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari makanan dan air.
Thekaekara mengatakan di lingkungan perkotaan mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan dalam waktu kurang dari dua jam.
"Ketika mereka makan hasil panen dan makanan yang dimasak, nilai kalorinya sangat tinggi. Jadi mereka tidak perlu makan banyak,” ujarnya.
Kelemahannya adalah makanan ini rendah nilai gizinya dan menghilangkan kebutuhan untuk melakukan perjalanan jarak jauh.
"Oleh karena itu, mereka duduk dengan tenang hampir sepanjang hari sehingga mereka tidak berolahraga. Itu sebabnya gajah-gajah ini jauh lebih besar,” ungkapnya.
Selama bertahun-tahun, penduduk setempat menyadari bahwa untuk hidup berdampingan dengan gajah, mereka juga harus melakukan penyesuaian, seperti yang dilakukan gajah dengan tidak menyerang orang.
Bharadan adalah salah satu gajah besar yang terlihat di lingkungan perkotaan.
Dia secara teratur datang ke Thorapalli, sebuah kota kecil di Gudalur, untuk mengunjungi sebuah restoran, yang menyimpan sisa makanan khusus untuk dia makan.
"Pemilik restoran menyimpan sisa sayuran dan daun pisang (makanan di restoran biasanya disajikan dengan daun pisang di India selatan) untuknya,” jelasnya.
Thekaekara ingat melihat Bharadan saat makan malam di sebuah restoran.
"Ketika gajah mulai makan, kerumunan orang berkumpul. Beberapa mulai mengambil foto. Bahkan, seorang anak muda sampai menarik ekor gajah untuk mendapatkan foto yang lebih baik,” terangnya.
Pemuda itu ingin gajah itu berbalik dan menghadap kamera.
"Saya terkejut. Di tempat lain di negara ini, orang akan mati jika melakukan itu. Tapi gajah itu dengan santai mengayunkan kakinya ke belakang untuk mengalau pemuda itu. Ia mulai makan lagi,” lanjutnya.
Orang-orang yang mengambil foto tidak dikenakan biaya.
Sifatnya yang damai membuat Bharadan mendapat reputasi sebagai 'anak baik'.
Penduduk setempat terkadang memperlakukannya seperti hewan peliharaan dan bahkan mulai berbicara dengan hewan tersebut.
Tetapi dua gajah jantan muda segera bergabung dengannya selama perjalanannya dan situasinya berubah.
Hewan-hewan itu membuka jendela dan jendela toko untuk makan sayur dan buah.
Tidak seperti Bharadan, gajah jantan muda secara teratur mengejar orang dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan.
Departemen kehutanan di daerah itu takut akan ada korban jiwa manusia jika hewan liar tiba-tiba menyerang.
Dalam kasus Rivaldo, petugas melakukan banyak upaya untuk mengembalikannya kembali ke hutan, seperti menggunakan "gajah terlatih" lainnya, menangkap Rivaldo dan melepaskannya jauh di dalam hutan.
Tapi hewan itu berjalan 40 kilometer kembali ke kota, dalam waktu 24 jam.
Rivaldo mulai datang ke kota Ooty "setelah seseorang mulai meninggalkan nangka untuk gajah," Thekaekara menjelaskan.
Rivaldo tidak akan pergi bahkan setelah menghabiskan buahnya.
Pemilik resor kemudian mulai memberi makan hewan itu dan menjadikannya objek wisata. Gajah itu tampaknya tidak keberatan dan bermain-main.
Selama bertahun-tahun, baik gajah maupun penduduk setempat tampaknya kehilangan rasa takut satu sama lain.
Thekaekara mengatakan dia telah berada di kota selama sekitar 15 tahun dan termasuk orang pertama yang mengadopsi kehidupan dengan manusia.
Dalam delapan tahun terakhir, 75 orang tewas di hutan Gudalur oleh gajah, tetapi hanya satu kematian yang disebabkan oleh "gajah urban".
Gajah itu (James Lauriston) masih tinggal bersama orang-orang, kata Thekaekara. Masyarakat melihat itu sebagai kecelakaan, bukan pembunuhan yang disengaja.
"Bahkan ketika penduduk setempat dibunuh oleh gajah liar, orang tidak menyakiti gajah penduduk. Mereka tahu gajah ini damai,” tuturnya.
Hidup berdampingan di masa depan
India memiliki sekitar 27.000 gajah yang banyak hidup di luar hutan lindung.
Thekaekara percaya cara hewan dan manusia beradaptasi satu sama lain akan meningkatkan kelangsungan hidup spesies.
"Biologi mengasumsikan spesies berperilaku dengan cara tertentu. Tapi sekarang kita perlu mempelajari kepribadian individu gajah untuk mengetahui lebih banyak tentang mereka. Itu mulai terjadi sekarang,” ujarnya.
Peneliti alumni dari Oxford itu berharap proyeknya akan membantu mengidentifikasi gajah dan membantu konservasi.
Dia melihat pola yang jelas muncul dengan semakin banyak gajah liar meninggalkan hutan untuk hidup bersama manusia dan dia memperkirakan tren ini akan terus berlanjut.
"Sekarang kami memiliki kawanan tiga gajah termasuk dua betina dan seekor anak gajah di daerah pemukiman. Ibu-ibu tidak bisa begitu damai karena mereka harus menjaga anak-anaknya. Namun kami melihat mereka juga hidup di pinggir jalan dengan damai,” terangnya.
Untuk saat ini "gajah urban" ini telah mencuri hati banyak orang lokal.
Sayangnya, Ganesan, gajah pertama yang ditemukan Thekaekara di jalan berbukit sempit itu, bertahun-tahun yang lalu, mati setelah jatuh.
Setelah Ganesan dimakamkan oleh departemen kehutanan, masyarakat setempat memutuskan untuk melakukan upacara pascakematian untuk menunjukkan kasih sayang mereka terhadap hewan yang hidup bersama mereka selama lebih dari delapan tahun.
(Susi Susanti)