Baca juga: Soekarno, Anak Guru yang Tertarik Berpolitik hingga Jadi Presiden
Dialah yang mengajarku untuk mengenal cinta‐kasih. Aku tidak menyinggung pengertian jasmaniahnya bila aku menyebut itu. Sarinah mengajarku untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Selagi ia memasak di gubuk kecil dekat rumah, aku duduk disampingnya dan kemudian ia berpidato, "Karno, yang terutama engkau harus mencintai ibumu. Akan tetapi kemudian engkau harus mencintai pula rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya."
Sarinah adalah nama yang biasa. Akan tetapi Sarinah yang ini bukanlah wanita yang biasa. Ia adalah satu kekuasaan yang paling besar dalam hidupku. Di masa mudaku aku tidur dengan dia. Maksudku bukan sebagai suami‐isteri. Kami berdua tidur di tempat tidur yang kecil. Ketika aku sudah mulai besar, Sarinah sudah tidak ada lagi. (din)
(Rani Hardjanti)