Ragam kandungan dan rencana pemanfaatan SDA Indonesia ini tak hanya menjelaskan tentang prospek, tetapi juga semakin memperkuat daya tawar negara-bangsa, kini dan di masa depan. Pemerintah setidaknya sudah membuktikan kekuatan daya tawar (bargaining position) RI itu dengan menolak menandatangani dokumen perjanjian rantai pasok yang disodorkan di forum KTT G20, baru-baru ini.
Dalam konteks memaksimalkan pengelolaan dan pemanfaatan SDA milik negara-bangsa, menolak rancangan perjanjian rantai pasok itu mencerminkan sikap profesional pemerintah di hadapan komunitas global. Indonesia ingin berperan dominan dalam mengelola SDA-nya demi kesejahteraan rakyat. Hakikat profesionalisme yang demikian hendaknya bisa ditransmisikan ke dalam keseluruhan manajemen birokrasi negara, baik di pusat maupun di daerah.
Kekayaan dan keragaman SDA Indonesia sudah mengundang modal asing untuk membangun kemitraan dengan semua kekuatan bisnis di dalam negeri. Konsekuensinya, birokrasi pusat dan daerah harus profesional, karena keragaman kandungan materi SDA itu tersebar di berbagai daerah. Banyak aspek teknis menjadi pekerjaan birokrasi pemerintah daerah.
Idealnya, semua pemerintah daerah memahami potensi SDA di wilayahnya masing-masing dan aktif mencari informasi tentang potensi pasar. Potensi SDA itu hendaknya dipromosikan ke komunitas investor untuk mendapatkan mitra investasi. Peluang promosi sangat terbuka karena Indonesia tetap menjadi perhatian komunitas global terkait status sebagai tuan rumah KTT G20 tahun 2022.
Dinamika pengelolaan ekonomi negara sepanjang 2021 ini masih memperlihatkan aspek profesionalisme sebagai masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Memang, stabilitas perekonomian nasional tahun 2021 tetap terjaga kendati Pandemi COVID-19 belum berakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh positif pada triwulan III-2021, sebesar 3,51 persen. Namun, pada sisi pengelolaan, tetap saja masih ada masalah yang terus menuntut perbaikan atau peningkatan profesionalisme.
Masalah itu setidaknya tercermin pada aspek pemanfaatan anggaran. Misalnya, memasuki pekan kedua Desember 2021, sisa anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sekitar Rp220 triliun, karena realisasi anggaran PEN baru 69,8 persen dari pagu anggaran Rp744,7 triliun.
Sementara itu, kasus mengendapnya dana pemerintah daerah di bank masih berlanjut. Total dana simpanan pemerintah daerah di perbankan hingga akhir September 2021 mencapai Rp 194,12 triliun. Bukan jumlah yang kecil. Kasus ini mencerminkan rendahnya penyerapan belanja modal di sejumlah daerah.
Ketika dana Pemda hanya diendapkan di bank, sudah pasti dana itu tidak produktif karena tidak bisa menggerakkan perekonomian daerah. Kreativitas dan profesionalisme Pemda harus ditingkatkan agar mampu memanfaatkan anggaran yang tersedia untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah.
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka
(Qur'anul Hidayat)