Alhasil tindakan asusila tak senonoh diterima kedua putri Kertanegara. Tindakan Jayanegara ini didengar oleh Dharmaputra Tanca. Tanca pun mengadukannya kepada Gajah Mada, yang kala itu menjadi Mahapatih. Para jejaka dan laki-laki menghendaki sang putri disingkirkan oleh Raja Jayanegara.
Pada saat bersamaan, secara kebetulan Jayanegara menderita sakit bisul. Kondisi ini membuat Jayanegara tidak dapat keluar dari istana, dan harus selalu berbaring di atas tempat tidur. Tanca pun dipanggil untuk mengobatinya. Tanca dipercaya lantaran memiliki kemampuan mengobati penyakit. Tanca pun memasuki kamar tidur untuk mengobati Jayanegara.
Kala itu, bengkak pada kaki raja harus dibedah, setelah satu hingga dia kali pembedahan tidak berhasil. Raja dipersilakan mengesampingkan selimutnya. Alhasil, pembedahan bisul ketiga kalinya pada kaki sang raja berhasil dilakukan. Namun seiring pembedahan berhasil, tikaman langsung dilakukan Tanca kepada Jayanegara. Raja Jayanegara mati akibat tikaman Tanca.
Gajah Mada yang mengetahui kejadian tersebut langsung bangkit dan menusuk Tanca. Tusukan Gajah Mada, membuat Tanca mati. Kejadian pembunuhan sang raja Jayanegara tercatat pada tahun 1328 Masehi atau 1250 Saka.
Selain versi Slamet Muljana dalam bukunya ‘Tafsir Sejarah Nagara Kretagama’, menurut versi arkeolog Belanda N.J. Krom dalam Hindoe-Javaansche Geschiedenis yang dikutip Parakitri T. Simbolon dalam bukunya "Menjadi Indonesia", disebutkan justru istri Tanca yang mengatakan telah dicabuli Jayanegara.