PARIS - Prancis dan sekutu militernya pada Kamis (17/2/2022) mengatakan bahwa pasukannya akan meninggalkan Mali setelah hampir satu dekade berada di sana memerangi militan Islamis di Afrika Barat. Prancis dan sekutunya akan memindahkan pasukan mereka ke Niger untuk menjalankan peran yang sama.
Kudeta di Mali, Chad dan Burkina Faso telah melemahkan aliansi Prancis di negara-negara bekas koloninya, dan membuat para militan semakin berani melancarkan serangan. Situasi ini membuka pintu bagi pengaruh Rusia yang lebih besar di wilayah Afrika.
BACA JUGA:Â Mali Usir Dubes Prancis, Beri Waktu 72 Jam untuk Angkat KakiÂ
Para diplomat khawatir keluarnya 2.400 tentara Prancis dari Mali, pusat kekerasan di wilayah Sahel dan kubu afiliasi Al Qaeda dan Negara Islam, dapat memperburuk kekerasan, mengacaukan negara tetangga dan memacu migrasi.
Misi 14 negara yang dipimpin Prancis di Mali akan akan diakhiri dan pasukan akan ditarik secara bertahap.
Mali menampung sekira setengah dari pasukan Prancis di Afrika Barat, yang pada beberapa titik mencapai 5.100 tentara. Prancis telah menarik beberapa personel layanannya dari wilayah tersebut dengan tujuan akhirnya mengurangi kontingen menjadi antara 2.500 dan 3.000 pada 2023.
Presiden Emmanuel Macron mengatakan penarikan itu akan memakan waktu empat hingga enam bulan dan selama waktu itu akan ada lebih sedikit operasi melawan militan. Meski begitu, dia menolak menyebut misi Prancis, yang telah berlangsung sejak 2013 itu, sebagai sebuah kegagalan.