 
                “Mungkin itu peluang dan celah bagi kami. Keempat, ada dugaan penerimaan aliran dana yang diterima itu kami bantah,” ujarnya.
Selain itu, menurut Afrian, kasus ini diawali dengan sembilan terdakwa, dan saat ini menjadi delapan orang, karena satu orang terdakwa telah meninggal dunia. “Klien kami itu seharusnya dituntut Rp2,7 triliun karena kerugian negara, dana itu berubah menjadi aset. Metode perhitungan kerugian itu dihitung harus nyata, jelas, dan tidak berubah-ubah,” katanya.
Sementara itu, Yulius Irwansyah, menambahkan bahwa pihaknya juga telah melakukan eksepsi yang menyatakan bahwa dakwaan ini seharusnya ditolak oleh majelis hakim. Namun begitu, eksepsi tersebut tidak diterima.
Dirinya menyatakan, terdapat kejanggalan dalam persidang tersebut, seperti halnya BPK yang dijadikan saksi ahli aksi yang bertugas hanya menjabarkan teori, bukan fakta.
“BPK sendiri yang mendakwa klien kami melakukan korupsi. Kalau kita berbicara terkait korupsi, itu ada dua, melawan hukum dan merugikan negara. Klien kami tidak melakukan kedua hal itu, klien kami tidak berhubungan langsung dengan tindak pidana itu,” ujarnya.