Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Puasa dan Kebangkitan Rohani

Opini , Jurnalis-Rabu, 27 April 2022 |08:15 WIB
Puasa dan Kebangkitan Rohani
Ilustrasi: Freepik
A
A
A

Jasad vs Rohani

Sesaat setelah dua unsur dasar ini dipertemukan dan diharuskan bekerjasama maka saat itulah peperangan besar dalam diri manusia dimulai. Perang kepentingan antara jasad dan ruhani. Jasad amat kecenderungan pada materialism, sementara ruh amat immaterial. Dua kutub kekuatan menyatu dalam diri manusia, saling mempengaruhi, saling mendominasi.

Pada keadaan tertentu, manusia tampil sebagai pribadi yang serakah, tamak dan angkuh. Keadaan ini menunjukan bahwa manusia itu sedang dikuasai oleh dominasi jasadnya. Pada kesempatan yang lain, manusia hadir sebagai pribadi yang bijaksana, arif dan tunduk patuh pada ketentuan-ketentuan-Nya. Jika ini terjadi berarti ruh tengah dominan mempengaruhi manusia tersebut. Lantas, dominasi mana yang terbaik?

Puasa sebagai Pembangkit Ruhani

Menjawab pertanyaan diatas tentu saja yang terbaik adalah dominasi ruh. Rohani atau mental seseorang dianggap sehat jika prilakunya menampakan kondisi bathin yang tenang, tentram dan tak bergolak. Perhatiannya pada materi mampu dikendalikan, bahkan ditekan begitu dalam. Tidak ada keserakahan, tidak muncul egoism, tak hadir ketamakan, dan tak memiliki hasrat untuk mengintimidasi atau mendominasi. Pribadinya akan tampil tenang, santun, mengasihi, tak menghakimi, tidak mendominasi, dan jauh dari serakah, tamak dan memuja materialism. Upaya untuk menemukan ketenangan bathin melalui penyesuaian diri melalui penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

Alat untuk menekan jasad dan memunculkan potensi bathin adalah puasa. Puasa yang dalam pengertian sederhana diartikan menahan adalah upaya menghentikan laju materialism yang didorong jasad dan berupaya memunculkan potensi bathin yang dibawa ruh. Tujuan puasa yang terdalam adalah menghentikan laju ketamakan, keserakahan dan ke-aku-an kita dari pribadi-pribadi yang memuja materi sebagai sumber kemuliaan.

Simbolnya adalah menahan haus dan lapar, menunda pemenuhan kebutuhan jasadiyah di siang hari dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Sebaliknya, puasa terdalam itu adalah mengharapkan bathin bisa tampil kepermukaan, memancarkan cahaya kebaikan, menuntun pribadi yang lemah lembut, tunduk dan patuh pada kehendak alam. Hingga kelak, ketika waktunya kembali pada-Nya dia suci, fitri dan terbebas dari kotoran-kotoran duniawi.

Kini jelas tergambar barangsiapa yang hidupnya lebih cenderung pada pemenuhan hajat materialism, menginginkan harta berlimpah ruah tapi tidak memberi kebermanfaatan yang seimbang pada lingkungan, atau memuja jabatan sebagai sumber kemuliaan, maka bisa dipastikan itu adalah pribadi hewani yang tengah didominasi oleh kekuatan jasadnya.

Sebaliknya, jika tampil probadi yang profetik. Sikapnya yang lemah lembut, tutur katanya yang sopan, mentalnya yang senantiasa takut pada ketentuan alam, terhindar dari tamak, rakus, serakah dan memuja jabatan. Maka inilah pribadi yang telah berhasil puasa (menahan) jasadnya dan mampu memunculkan ruh-Nya dalam kehidupan nyata. Wallahualam!

Ace Sumirsa Ali

Wakil Ketua Baznas Provinsi Banten bidang Perencanaan, Keuangan dan Pelaporan

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement