Share

Kakek 88 Tahun Mengidap Alzheimer Mengaku Bunuh Cucunya, Tidak Ingat dengan Kejadian Itu

Susi Susanti, Okezone · Senin 13 Juni 2022 13:48 WIB
https: img.okezone.com content 2022 06 13 18 2610590 kakek-88-tahun-mengidap-alzheimer-mengaku-bunuh-cucunya-tidak-ingat-dengan-kejadian-itu-MMpX76tEMM.jpg Kakek mengidap Alzheimer membunuh cucunya (Foto: American Post)

TOKYO - Berawal dari pertengkaran keluarga dan berakhir dengan tragedi, seorang gadis remaja ditikam hingga tewas oleh kakeknya yang sudah lanjut usia dalam sebuah kasus yang mengejutkan di Jepang.

Di pengadilan di Jepang barat bulan lalu, Susumu Tomizawa, 88, mengaku membunuh cucunya Tomomi, 16, hampir dua tahun lalu -- tetapi, dia tidak ingat pernah melakukannya.

Tomizawa menderita Alzheimer, gangguan neurologis progresif dan ireversibel yang menghancurkan neuron dan mengecilkan bagian otak. Di pengadilan, pengacaranya berargumen bahwa dia tidak boleh dianggap bertanggung jawab secara pidana karena penyakitnya menyebabkan demensia, suatu kondisi yang ditandai dengan beberapa defisit kognitif seperti kehilangan memori.

"Dia gila pada saat itu karena demensia dan konsumsi alkohol ... dan karena itu mengaku tidak bersalah," terang sang pengacara.

Baca juga: Sakit Hati, Kakek Tiri Bunuh Cucunya Berusia 36 Hari

Namun pengadilan di kota Fukui tidak setuju. Pada 31 Mei lalu, Tomizawa dijatuhi hukuman empat setengah tahun penjara karena pembunuhan.

Baca juga: Demensia Alzheimer Bisa Jadi Warisan, Yuk Terapkan Hidup Sehat   

Kasus ini mengejutkan banyak orang di Jepang -- negara yang menua di mana jumlah pasien demensia lanjut usia meningkat.

Persidangan, yang disiarkan langsung dari pengadilan, diawasi dengan ketat dan menarik simpati dari banyak orang yang menyatakan belas kasihan kepada Tomizawa dan kehilangan keluarga Tomomi.

Follow Berita Okezone di Google News

Menurut laporan pengadilan, Tomizawa dan Tomomi telah tinggal di rumahnya di kota Fukui. Tomomi pernah tinggal bersama kakeknya di Fukui, salah satu prefektur paling sedikit penduduknya di Jepang dan di mana sekitar satu dari tiga penduduknya berusia di atas 65 tahun, menurut angka pemerintah.

Rincian kehidupan mereka jarang tetapi pengamat menyoroti masalah seperti agresi dan kekerasan dalam rumah tangga yang sering dihadapi pasien Alzheimer dan pengasuh mereka yang frustrasi.

Pada malam 9 September 2020, mereka terlibat pertengkaran yang mengakibatkan kematian remaja tersebut.

Tomizawa ingat minum banyak malam itu. Kesal dan mabuk, dia mengambil pisau dapur sepanjang 17 sentimeter (hampir 7 inci) dan memasuki kamar tidur Tomomi, lalu berulang kali menikam lehernya.

Setelah itu, Tomizawa menelepon putra sulungnya, mengatakan bahwa dia telah menemukan tubuh Tomomi yang berlumuran darah. Polisi tiba di tempat kejadian segera setelah itu dan menangkap pria tua itu.

Kondisi mental Tomizawa menjadi fokus utama dalam persidangannya saat para dokter, pengacara, dan hakim memperdebatkan apakah dia sengaja membunuh cucunya atau tidak.

Dokter yang menilai kondisinya bersikeras bahwa dia memiliki motif untuk melakukan pembunuhan. "Tindakannya bertujuan dan konsisten dengan niatnya untuk membunuh," kata psikiater forensik Hiroki Nakagawa di pengadilan.

Jaksa mengatakan pria tua itu mampu mengendalikan tindakannya dan "memiliki kemampuan untuk menilai benar dan salah," meskipun dia sakit.

Dalam putusannya, pengadilan mengakui penyakit Alzheimer yang diderita Tomizawa, tetapi mengatakan bahwa dia memahami beratnya tindakannya. "Setelah pemeriksaan dan konsultasi yang cermat dengan terdakwa, kami [membuat] penilaian yang cermat," kata hakim Yoshinobu Kawamura.

"Terdakwa dalam keadaan kelelahan mental pada saat kejahatan dan dia mengalami kesulitan besar dalam menilai benar atau salah atau dalam mencegah dirinya melakukan kejahatan - tetapi dia tidak dalam keadaan di mana dia tidak mampu melakukannya,” lanjutnya.

Menurut para ahli, Alzheimer adalah bentuk paling umum dari demensia yang mempengaruhi orang tua.

"Ini adalah penyakit otak degeneratif," kata Jason Frizzell, seorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam kasus pengadilan pidana. "Dalam hampir semua kasus, ada penurunan bertahap dalam kemampuan seseorang dari waktu ke waktu,” lanjutnya.

Penyakit ini menyerang otak dan kehilangan ingatan menjadi lebih buruk seiring perkembangannya. Frizzell, yang juga seorang profesor di Arizona State University ini mengatakan gejala seperti paranoia, agitasi, kebingungan, dan bahkan ledakan kekerasan mungkin terjadi.

"Tentu saja tidak setiap pasien akan [menampilkan] rangkaian gejala yang sama. Konteks situasional juga dapat berperan dalam agresi -- apakah pasien merasa takut pada tempat atau orang yang tidak mereka kenal," katanya.

Para ahli juga mengatakan kejahatan yang melibatkan pasien demensia juga sangat kompleks.

"Seberapa banyak perilaku mereka yang dapat kami jelaskan secara wajar melalui penyakit itu sendiri dibandingkan dengan motivasi lain seperti kemarahan atau pembalasan," terangnya. Dia juga menyoroti penilaian nilai moral dan etika.

"Bagaimana kita secara efektif atau wajar menuntut seseorang yang mungkin sepenuhnya lemah karena penyakitnya hanya dalam beberapa tahun lagi? Apakah berbelas kasih terhadap orang yang dihukum dengan demensia bertentangan dengan persepsi masyarakat tentang keadilan?,” lanjutnya.

Jacob Rajesh, seorang psikiater forensik senior di fasilitas Promises Healthcare di Singapura, mengatakan dalam kasus Alzheimer yang berkembang pesat "akan sulit untuk memberikan laporan akurat tentang apa yang sebenarnya terjadi."

"Ada juga pertanyaan tentang kelayakan untuk diadili -- apakah seseorang cukup layak untuk memberikan bukti di persidangan dan mengaku bersalah atau tidak bersalah?" ujarnya.

"Pasien demensia diketahui bertindak melawan orang-orang yang merawat mereka, orang-orang terdekat mereka," terangnya.

"Pasien [seperti Tomizawa] membutuhkan banyak pemantauan dan manajemen untuk berada di rumah, dan tidak segera terlihat dia memilikinya,” ungkanya.

Diketahui, Jepang memiliki salah satu populasi lansia terbesar di dunia. Lebih dari 20% penduduknya berusia di atas 65 tahun, menurut catatan pemerintah, dan jumlah centenarian Jepang meningkat.

Demensia sebagian besar berdampak pada orang tua dan diyakini ada lebih dari 4,6 juta orang di Jepang yang hidup dengan kondisi tersebut. Para ahli mengatakan jumlahnya akan meningkat secara signifikan karena negara itu terus menua dengan cepat.

Kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh pasien demensia Jepang jarang terjadi tetapi kasus yang mirip dengan kasus Tomizawa pada terjadi pada 2014 ketika seorang pria 72 tahun dengan demensia mencekik seorang wanita 82 tahun sampai mati di rumah sakit. Dia menerima pengurangan hukuman penjara tiga tahun karena kondisinya.

“Penjara di Jepang penuh dengan narapidana lanjut usia yang menderita demensia,” kata Koichi Hamai, pakar peradilan pidana dan profesor hukum di Universitas Ryukoku di Kyoto.

"Jumlah tahanan lanjut usia meningkat dan kami harus mengambil berbagai langkah untuk [mengatasinya],” lanjutnya.

1
5
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini