Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Profil KH Guru Amin, Pejuang dari Kalibata yang Melawan Belanda

Tim Litbang MPI , Jurnalis-Kamis, 23 Juni 2022 |06:03 WIB
Profil KH Guru Amin, Pejuang dari Kalibata yang Melawan Belanda
KH Guru Amin (Foto : Laduni.id)
A
A
A

KIAI Haji (KH) Guru Amin memiliki nama lengkap KH Raden Muhammad Amin, lahir di Kebayoran Lama pada 3 Juni 1901. Guru Amin merupakan keturunan dari Pangeran Muhammad Syarief atau dikenal dengan Pangeran Sanghiyang, tokoh agama asal Banten yang berjuang melawan kolonialisme.

Ayahnya, KH Raden Muhammad Ali atau Guru Ali berasal dari Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Guru Amin memulai pendidikan agamanya dengan belajar kepada sang ayah dan mempelajari sendiri kitab-kitab peninggalan ayahnya.

Beberapa tahun setelah ayahnya wafat, ia mampu menjadi guru fikih kitab Fathul Mu’in di Masjid Salafiyah, Kalibata Pulo, Jakarta Selatan, yang dibangun oleh ayahnya.

Guru Amin juga belajar agama lewat sang kakak, KH Zainuddin, dan guru lainnya seperti Guru Marzuqi Cipinang Muara, Guru Mansur Jembatan Lima, Guru Abdurrahim Kuningan, dan Syaikh Mukhtar At-Tharid di Mekkah.

Selain menjadi ulama, Guru Amin berprofesi sebagai pebisnis bahan bangunan dan mampu membeli tanah yang kini menjadi bagian dari Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di atas tanah ini juga Guru Amin mendirikan Pondok Pesantren Unwanul Huda.

Di era kemerdekaan Indonesia, Guru Amin turut berjuang. Ia memimpin para santri di Kalibata dalam pertempuran melawan Belanda. Pertempuran besar yang pernah terjadi di Kalibata itu membuat Kalibata menjadi salah satu tempat bersejarah di Jakarta. Sejak peristiwa tersebut, Guru Amin menjadi incaran Belanda pada saat itu, sehingga dia harus hijrah ke Cikampek selama dua tahun.

Di sana, Guru Amin ditampung oleh KH Syafi’i Ahmad dan tetap memimpin perjuangan melawan Belanda di berbagai pertempuran.

Pada tahun 1948, Guru Amin kembali ke Kalibata dan mendapati rumahnya sudah diporak-porandakan oleh Belanda. Semua kitab yang tersimpan di sana hancur sehingga tidak dapat digunakan lagi. Masyarakat yang mengetahui kedatangan Guru Amin tetap menyambutnya. Mereka kerap mendatangi rumah Guru Amin, tak terkecuali para santri. Akan tetapi Belanda menaruh curiga sehingga Guru Amin tidak diperbolehkan keluar rumah kecuali untuk mengajar di Pesantren Unwanul Huda.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement