NAYPYIDAW - Militer Myanmar telah melakukan kejahatan perang dengan meletakkan ranjau darat dalam “skala besar” di dan sekitar desa-desa di Negara Bagian Kayah tenggara, di tengah pertempuran baru antara militer dan kelompok bersenjata etnis Karenni, menurut Amnesty International.
Peneliti Amnesty mewawancarai 43 orang, termasuk korban ranjau darat, saksi dan petugas kesehatan, di Demoso, Hpruso, dan Loikaw Townships di Negara Bagian Kayah sebagai bagian dari penyelidikannya terhadap penggunaan ranjau. Mereka juga mengunjungi beberapa desa yang baru saja diranjau selama kunjungannya ke daerah itu dari 25 Juni hingga 8 Juli.
Kelompok hak asasi itu mengatakan penyelidikan di lapangan di Kayah, juga dikenal sebagai Negara Bagian Karenni, menemukan militer Myanmar telah menggunakan beberapa jenis ranjau darat, termasuk M-14, yang biasanya meledakkan korban di pergelangan kaki, dan MM-2, yang sering meledakkan korban di bagian lutut dan menyebabkan luka pada bagian lain dari tubuh korban tersebut.
Kedua jenis ranjau tersebut dibuat di Myanmar.
BACA JUGA: 'Kursi Kosong' Wakili Myanmar pada KTT AS-ASEAN
“Penggunaan ranjau darat oleh militer Myanmar menjijikkan dan kejam,” kata Matt Wells, wakil direktur tanggap krisis Amnesty International – isu tematik, dalam sebuah pernyataan yang dilansir Al Jazeera.
“Pada saat dunia sangat melarang senjata yang tidak pandang bulu ini, militer telah menempatkannya di pekarangan, rumah, dan bahkan tangga, serta di sekitar gereja.”