"Ya kalau mati, sudah takdirnya."
Di dasar sungai, ia bisa bertahan antara dua hingga tiga jam. Ia memberi kode berupa tarikan selang kompresor ke salah satu tim di atas kapal jika ingin ditarik ke permukaan.
Hasil temuan dalam sehari itu, dijual. Uangnya dibagi rata ke setiap orang. Tapi khusus bagi pemilik kapal, dapat dobel untuk operasional.
Akan tetapi, angan-angan menjadi kaya raya tak pernah jadi kenyataan. "Setiap orang punya mimpi itu. Kaliaja dapat emas banyak... bisa kaya... memang angan-angan itu ada dulu."
"Tapi dari dulu menyelam, nggak terlalu menghasilkan. Hahaha... karena meskipun dapat benda seharga Rp25 juta tetap dibagi lima orang."
Awal tahun 2020, Asmadi memutuskan berhenti menjadi penyelam lantaran nyaris tutup usia gara-gara seutas tali melilit selang kompresornya sehingga udara tidak mengalir dan air memenuhi maskernya.
"Mau lepas masker dan cepat-cepat naik, tapi nggak bisa. Sudah pasrah saja saya. Tapi tiba-tiba tali itu lepas sendiri. Udara masuk dan saya bisa napas lagi." "Rasanya takut kalau kejadian lagi, ada sedikit trauma."
"Setelah itu pelan-pelan berhenti menyelam," ujar Asmadi yang kini menjadi kolektor dan ingin mendirikan galeri di Pulau Kemaro yang berisi benda-benda atau temuan dari Sungai Musi.
Pemburu harta karun kerajaan Majapahit
Di Pulau Jawa, ada pemburu harta karun kawakan. Namnya, Abdul Azis Baraja.
"Saya sudah 37 tahun mencari benda-benda kuno dan bersejarah," katanya kepada BBC News Indonesia memperkenalkan diri.
Abah, begitu ia disapa kerabatnya, sudah tertarik pada barang-barang tua sejak kecil. Setiap kali menemukan benda 'aneh' langsung dibawa pulang.
Tapi keseriusan berburu harta karun, dimulai setelah bisnis furniturnya bangkrut. Dalam perenungannya di sekitaran hutan dekat desa, ia menemukan fosil dan uang kuno.
Diboyonglah benda itu ke orang yang paham sejarah. Ternyata barang itu disebut memiliki nilai sejarah. "Dari situ saya mulai belajar," imbuhnya.
Tak terhitung sudah berapa banyak sungai dan hutan yang ia sisir demi mencari harta karun peninggalan era kerajaan atau kolonial.
Mulai dari Kerajaan Kahuripan, Singosari dan Majapahit di Pulau Jawa. Lantas bergeser ke Kalimantan, Bali, hingga Sumbawa.
Pokoknya setiap kali ia mendengar di lokasi tersebut ada jejak kerajaan, maka tanpa ragu langsung dijelajahi. "Hampir seluruh Indonesia ini banyak (barang-barang) peninggalan. Tapi paling banyak dari Kerajaan Majapahit."
Dalam berburu, Abah hanya memakai kacamata menyelam dan besi yang ujungnya dibuat runcing. Sering juga, dia hanya mengandalkan tangan untuk mengeruk dasar sungai.
Bermacam benda, mulai dari ukiran, arca, perhiasan, pernah ia dapatkan. Kalau dihitung kira-kira mencapai ratusan ribu. Namun yang paling berharga adalah perhiasan dengan batu permata.
"Kalau keris sudah ribuan saya temukan. Kalau ditotal semua mungkin sudah ada ratusan ribu. Seperti pedang, tombak, senjata, trisula, tameng."
Dan, setiap kali menemukan harta karun, Abah senang bukan kepalang. "Sueneeenggg. Sesusah apapun hidup di kota begitu masuk hutan sangat gembira luar biasa," katanya sumringah.
Beberapa temuannya ia berikan cuma-cuma ke siapapun yang memiliki ketertarikan yang sama pada benda purba ini. Entah itu keluarga, teman, museum, bahkan kolektor.
Khusus kepada kolektor, Abah tidak mematok harga jika ada yang mau membeli. Dia menyerahkan besaran nilainya, asalkan sepadan dengan benda tersebut, serta tidak diperjual-belikan ke pihak lain di kemudian hari.
"Memang dia nguri-uri [ingin merawat dan menjaga] serta cinta terhadap budaya bangsa kita."
Di usianya yang hampir menginjak 70 tahun, ia memutuskan membagikan ilmu berburu harta karun kepada anak muda. Sudah ratusan orang dilatih bagaimana cara mencari benda-benda kuno dan berharga itu.
(Nanda Aria)