Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Perempuan Penyintas 1965 Diasingkan di Kamp Khusus Tapol

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Kamis, 29 September 2022 |07:07 WIB
Kisah Perempuan Penyintas 1965 Diasingkan di Kamp Khusus Tapol
Kisah perempuan penyintas 1965 saat diasingkan di kamp khusus tapol. (BBC)
A
A
A

Kekerasan yang bertubi-tubi

Usai melakukan napak tilas ke Plantungan, Mudjiati mengunjungi kawannya sesama penyintas Kamp Plantungan, Magdalena Kastinah, yang tinggal di Solo.

Kesehatan Kastinah agak menurun belakangan. Karena kesepian, akunya.

Sebelum Peristiwa 65 berkecamuk, Kastinah adalah buruh pabrik kaos di Pasar Minggu, Jakarta.

Pada 1963 ia bergabung sebagai anggota Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) — yang terafiliasi dengan PKI.

Pada September 1965, ia pulang ke kampung halamannya di Purwokerto karena neneknya meninggal dunia.

Di situlah, ia pada 20 Oktober 1965 - kala itu usianya masih 17 tahun - ditangkap.

Ia dipaksa mengaku berada di Lubang Buaya dan dituduh sebagai Gerwani.

Ia kemudian dipindahkan ke kantor polisi di Semarang, di mana ia mengalami pelecehan seksual.

"Dipermainkan kemaluannya, dicari kalau ada [cap] PKI. Padahal saya bukan orang PKI, bukan apa. Tapi mengapa sampai ke situ, melecehkan sampai ke situ, saya sampai malu," ujar Kastinah sambil terisak.

"Saya sedih, wong saya nggak pernah berbuat apa-apa kok dibegitukan," tanyanya.

Tak lama setelah itu, ia dipindahkan ke Penjara Bulu di Semarang, kemudian ke Penjara Bukit Duri di Jakarta.

Di Bukit Duri, ia kembali mengalami kekerasan. Selama pemeriksaan, penjaga menusuk dadanya berulang kali dengan besi untuk membersihkan senjata.

"Kadang-kadang masih terasa sakit," katanya lirih.

Kemudian, oleh komandan rumah tahanan chusus wanita (RTCW) Bukit Duri, Kastinah dijanjikan dibebaskan. Namun kenyataannya, bukannya dipulangkan ke Purwokerto, ia justru dibawa ke Plantungan.

Ia bercerita pengalaman tak mengenakkan yang ia alami ketika di Kamp Plantungan.

Ia sempat dipekerjakan di mes yang berdekatan dengan tempat tinggal komandan kamp. Suatu malam, sang komandan menggedor pintu kamar dan memanggil-manggil namanya. Namun, ia bergeming.

Kastinah kemudian dipindahkan dari mes oleh sang komandan, seraya menghardiknya, "'Dasar orang keras', gitu bilangnya," tutur Kastinah.

"Mau apa pada saya? Ya betul saya orang masih gadis, tapi mbok jangan begitu. Apa maunya, saya nggak tahu."

"Kalau saya ingat, ya ampun kok sampai begitu komandan saya. Kalau memang mau dibuka, mungkin saya mau dinodai," katanya.

Magdalena Kastinah dibebaskan pada 1979.

Plantungan adalah sebuah desa yang terletak di lembah, kira-kira 15 km ke arah barat daya Sukorejo, Kendal.

Desa itu terletak di kaki Gunung Prau yang diapit Gunung Batak dan Kemulan di jajaran pegunungan Dieng yang terkenal dengan Plateau Dieng yang mengeluarkan gas belerang dan candi-candi Hindu dari abad ke-8.

Nama Plantungan menjadi terkenal sejak dijadikan penampungan penderita lepra di masa penjajahan Belanda. Sebuah leproseri dibangun oleh pemerintah kolonial pada 1870.

Bangunan peninggalan Belanda di Kamp Plantungan — yang sebagian besar diterjang banjir bandang — telah berganti fungsi beberapa kali, kata Amurwani Dwi Lestariningsih, yang meneliti tentang tapol perempuan di Kamp Plantungan.

Pada 1945, ketika Indonesia merdeka, rumah sakit ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement