Saskia Wieringa, antropolog Universitas Amsterdam di Belanda yang telah puluhan tahun meneliti tentang Peristiwa 65, mengatakan tes psikologi yang dilakukan di Plantungan dan Pulau Buru, tak ubahnya seperti yang dilakukan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Mereka dites, mereka diindoktrinasi supaya mereka tidak menjadi kelompok kiri lagi, tapi menjadi Pancasilais dan pendukung Soeharto."
"Itu tes sampai sekarang masih digunakan, umpamanya di dalam proses-proses KPK. Tes dalam KPK itu mereka belajar dari tes yang diadakan di dalam indoktrinasi di Pulau Buru, di semua kamp pengasingan," ujar Saskia.
Mia Bustam, pelukis perempuan anggota Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) adalah salah satu dari mereka yang digolongkan sebagai die hard.
Keluarga tercerai-berai
Sri Nasti Rukmawati masih ingat hari itu pada 23 November 1965, adalah perayaan hari ulang tahun ke-17 adik laki-lakinya, Watu Gunung.
Ibunya, Mia Bustam, tengah bersiap ke pasar membeli bahan makanan untuk membuat nasi kuning demi perayaan ulang tahun anak ketiganya tersebut.
Namun tiba-tiba terdengar suara truk datang.
"Ibu langsung, 'Lari!'," kata Nasti, mengenang apa yang diteriakkan ibunya, 56 tahun lalu, ketika rumah mereka dikepung aparat.
Rumah mungil di tepi Sungai Tunjang di pinggir Kota Yogyakarta itu ditinggali Mia Bustam dan ketujuh anaknya.
Di rumah itu juga, sejumlah teman Nasti sesama anggota CGMI menumpang selama persembunyian mereka dari kejaran aparat dan massa anti-komunis.
Salah satu dari mereka berusaha lolos dari penyergapan dengan berpura-pura sebagai "kacung", kata Nasti, yang kala itu masih berusia 18 tahun.
"Begitu ada truk langsung dia buka baju, buka celana, dia pakai celana pendek kan, terus dia pura-pura jadi kacung di belakang, di dalam kandang ayam, terus pura-pura nyapu-nyapu. Pokoknya dia ngakunya, 'Saya nderek di sini'. Dia dipercaya [oleh aparat]."
Namun, yang lain — termasuk Nasti dan ibunya — tak berkutik. Mereka kemudian diperintahkan naik ke truk.
Ketika mereka sudah di dalam truk, salah satu tentara bertanya ke enam adik Nasti yang luput sasaran penangkapan.
"'Nanti kalau ibu kami bawa, nanti adik-adik sama siapa?'," kata Nasti menirukan pertanyaan aparat kala itu.
Salah satu adiknya menjawab bahwa mereka akan hidup sendirian. Lalu aparat itu menanyakan keberadaan kakak mereka.
"Saya dipanggil, 'Sri Nasti Rukmawati, turun, jaga adik-adikmu!'," katanya menirukan apa perkataan aparat kala itu.