JAKARTA - Sebelum 2013, tak pernah terungkap peran 15 perempuan pencicip makanan Adolf Hitler yang bertugas untuk memastikan ada-tidaknya racun dalam santapan Fuhrer atau pemimpin tertinggi di era Nazi Jerman tersebut.
Sebagaiamana dilansir dari BBC, Rabu (5/10/2022), sebuah drama teater di Edinburgh Fringe Festival berupaya mengisahkan keberadaan mereka.
BACA JUGA:Aksi Tendangan Kungfu Oknum TNI di Tragedi Kanjuruhan, Pangdam Brawijaya: Sudah Diproses Hukum!
Bayangkan jika setiap piring makanan di hadapan Anda bisa jadi santapan terakhir Anda. Semua makanan Anda, dari sarapan hingga santapan malam kemungkinan besar beracun, tapi Anda tetap harus memakannya.
Bagi sekelompok perempuan di Third Reich, itu merupakan realitas keseharian mereka. Para perempuan itu harus mencicipi makanan Hitler selama 2,5 tahun terakhir periode Perang Dunia II.
BACA JUGA:Rayakan HUT ke-77 TNI, Kopassus Renovasi Rumah Warga Binaannya Jadi Layak Huni
Hitler, yang juga kerap dipanggil Führer, ingin perempuan muda Jerman terpilih untuk mengambil sampel setiap makanannya. Ia khawatir, pihak Sekutu berupaya merancuninya.
Dan para perempuan itu memandang pekerjaan tersebut sebagai sebuah kebanggaan dan pengabdian.
Kisah menakjubkan tentang para perempuan muda itu menjadi terang benderang tahun 2013. Saat itu, Marget Wölk yang berusia 95 tahun mengungkap peran yang pernah dijalaninya itu kepada majalah berbahasa Jerman, Der Spiegel.
Dan kini, Hitler's Tasters (Para Pengecap Hitler), sebuah drama teater karya Michelle Kholos Brooks secara bebas menggambarkan ulang ancaman kematian yang dihadapi para perempuan itu, dari satu suapan ke suapan lainnya.
Setelah digelar di beberapa kota di Amerika Serikat, pertunjukan itu kini akan ditampilkan selama sebulan di Edinburgh Fringe, festival seni terbesar di dunia.
Dimainkan oleh pemeran yang seluruhnya perempuan, drama ini fokus pada empat sosok yang tinggal di gedung sekolah persis di sebelah Wolf's Lair, pusat kendali pertempuran Jerman di East Prussia (kini Polandia).
Perkenalan Brooks dengan kisah para pengecap Hitler itu terjadi tanpa sengaja. Sejawat penulisnya menyebut kisah itu sambil lalu saat mereka menghabiskan waktu sebelum terbang dengan pesawat.
"Saya berkata 'apakah kamu akan menulis kisah itu? Karena kalau tidak, saya akan melakukannya,'" ujar Brooks.
Cerita yang sangat kaya
"Itu serupa dengan segala hal yang saya pikirkan dan takutkan, yaitu tentang bagaimana perempuan muda diperlakukan, bagaimana anak-anak dilibatkan dalam perang, seberat apa menjadi remaja perempuan dan seperti apa wujud manipulasi politik," kata Brooks.