DEN HAAG - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin, menuduhnya bertanggung jawab atas kejahatan perang deportasi ilegal anak-anak dari Ukraina.
Dalam surat perintah pertamanya untuk Ukraina, ICC menyerukan penangkapan Putin atas dugaan deportasi anak-anak secara tidak sah dan pemindahan orang secara tidak sah dari wilayah Ukraina ke Federasi Rusia.
Rusia, yang bukan merupakan anggota ICC, mengatakan langkah itu tidak ada artinya. Moskow berulang kali membantah tuduhan bahwa pasukannya telah melakukan kekejaman selama invasi ke tetangganya.
ICC didirikan pada 2002 untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida dan kejahatan agresi ketika negara-negara anggota tidak mau atau tidak dapat melakukannya sendiri. Pengadilan yang beranggotakan 123 negara itu dapat menuntut kejahatan yang dilakukan oleh warga negara dari negara anggota atau di wilayah negara anggota oleh aktor lain.
Rusia, China, dan Amerika Serikat bukan merupakan anggota dari ICC, meski pengadilan itu didukung oleh banyak anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa. Ketiga negara itu menolak menjadi anggota dengan alasan ICC dapat digunakan untuk penuntutan bermotivasi politik.
Menurut informasi dari situs webnya yang dilansir dari Reuters, ICC sedang melakukan 17 investigasi kejahatan perang, mulai dari Ukraina dan negara-negara Afrika seperti Uganda, Republik Demokratik Kongo dan Kenya hingga Venezuela di Amerika Latin dan negara-negara Asia, seperti Myanmar dan Filipina.
Laman resmi ICC juga menyebutkan bahwa sejauh ini ada 31 kasus di pengadilan, dengan beberapa kasus memiliki lebih dari satu tersangka. Hakim ICC telah mengeluarkan 38 surat perintah penangkapan.
ICC membuka penyelidikan terhadap kejahatan perang di Ukraina pada 2 Maret 2022, dan fokusnya adalah dugaan kejahatan yang dilakukan dalam konteks situasi di Ukraina sejak 21 November 2013, menurut situs web ICC. Protes meletus pada 2013 terhadap Presiden Viktor Yanukovych saat itu, yang melarikan diri ke Rusia ketika dia digulingkan pada 2014.
(Rahman Asmardika)