Menurut hukum Syariah Islam, darah manusia dianggap najis. Oleh karena itu, menulis firman suci Allah SWT dengan darah najis sangat dilarang. Abbas Al Baghdadi, yang menulis Blood Qur'an atas perintah Saddam mengetahui hal ini, tetapi dia takut akan pembalasan yang akan dilakukan oleh rezim Saddam jika menolak menulisnya.
Dalam sebuah wawancara, Abbas Al Baghdadi mengatakan bahwa Blood Qur'an adalah salah satu bagian yang menyakitkan dalam hidupnya dan dia ingin melupakan karyanya itu.
Di sisi lain, perusakan atau penghancuran kitab suci juga dilarang dalam Islam. Meski Blood Qur'an ditulis dengan darah, tetapi kitab itu tetaplah Alquran, yang dilarang untuk dihancurkan menurut Islam.
Hal ini membuat para pejabat bingung mengenai apa yang harus dilakukan dengan Blood Qur’an.
Setelah karya mengerikan itu diserahkan kepada Saddam dalam sebuah upacara pada September 2000, Blood Qur’an ditempatkan di masjid Umm al-Ma'arik di Baghdad, Irak. Halaman-halamannya yang berlumuran darah dipajang di sebuah bangunan marmer heksagonal yang terletak di atas danau buatan di dalam kompleks masjid dan hanya pengunjung yang diundang yang dapat melihatnya.