Saat kami bertemu di sebuah warung di pinggir jalan tak jauh dari lokasi lubang-lubang pembantaian, Udin awalnya menyerahkan secarik kertas kecil dalam kondisi terlipat. Tidak lama kemudian, saya membukanya perlahan. Ada tulisan tangan di dalamnya. Isinya: Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang larangan ajaran komunisme/marxisme.
Ayah lima anak dan kakek sembilan cucu ini tak menjelaskan tujuannya memberikan kertas dengan teks seperti itu. Suara gonggongan anjing pemburu babi hutan yang mengambang di kejauhan, juga sesekali raungan kendaraan roda empat di jalan raya, akhirnya mengalihkan fokus saya.
"Dahulu sepi sekali di sini, masih hutan," kata Udin. Sebagian lubang pembantaian kini berubah menjadi lahan kebun warga, katanya.
Sebagian, masyarakat yang tinggal tak jauh dari perbukitan itu, menurut sumber BBC Indonesia, menyebut Udin ikut terlibat membantai orang-orang yang dituduh PKI di Bukit Tengkorak dan sekitarnya setelah 1 Oktober 1965.
Udin disebut sebagai salah seorang algojonya. Dia bahkan disebut pernah dilibatkan dalam eksekusi di lokasi pembantaian di Banda Aceh.
Namun dalam wawancara, pria ini mengaku hanya mendapatkan cerita perihal pembantaian itu dari para algojo. Dia lantas meminta agar kami menempatkan dirinya sebagai saksi mata dari kejadian pembantaian tersebut.
Menurutnya, dia hanya berperan kecil, sebagai salah-seorang petugas di pos jaga, tidak jauh dari lokasi pembantaian.
"Saya hanya hansip yang berjaga di pos di dekat jalan raya Cot Betung," akunya. Udin mengaku dikirim oleh kantor camat setempat untuk ditempatkan di pos itu, karena kekurangan petugas.
Tugasnya 'memantau' rombongan truk yang membawa para pesakitan ke lokasi pembantaian. "Jam sembilan malam, sudah sampai di sini pos. Waktu itu gelap dan sepi."
Siapa yang membawa para tahanan itu? Tanya saya. "Campuran," katanya. "Ada TNI, polisi, polisi militer, dan Pertahanan Sipil (Hansip) dari kecamatan. Jadi ada empat satuan."
Kepada petugas pos, orang-orang yang membawa tahanan komunis itu menunjukkan daftar nama yang akan dibunuh di lokasi itu.Udin mengaku tidak dipersenjatai, kecuali berseragam lengkap ala anggota Hansip.
(Qur'anul Hidayat)