DOHA – Amerika Serikat (AS) telah mendesak Taliban yang berkuasa di Afghanistan untuk membalikkan kebijakan yang bertanggung jawab atas situasi hak asasi manusia (HAM) yang memburuk di negara itu, terutama untuk wanita, anak perempuan, dan komunitas rentan.
AS juga mendesak pembebasan warga AS yang ditahan selama pembicaraan dengan kelompok Islam garis keras di Qatar.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pembicaraan dengan "perwakilan senior Taliban dan profesional teknokratis" telah diadakan pada Minggu (30/7/2023) dan Senin (31/7/2023) di Doha.
Delegasi AS menyatakan dukungan untuk tuntutan rakyat Afghanistan agar hak mereka dihormati dan suara mereka untuk membentuk masa depan negara.
Dikutip BBC, AS ingin Taliban membatalkan larangan pendidikan menengah untuk anak perempuan dan pekerjaan untuk perempuan.
Pada saat yang sama, delegasi AS "mencatat" komitmen berkelanjutan Taliban untuk tidak membiarkan Afghanistan digunakan sebagai platform untuk menyerang AS dan sekutunya", mengakui "penurunan serangan teroris berskala besar terhadap warga sipil Afghanistan".
Sementara itu, Taliban mengatakan mereka ingin pembatasan perjalanan dicabut untuk para pemimpin mereka.
Taliban juga menginginkan pencairan aset Afghanistan.
AS diketahui telah membekukan aset bank sentral negara itu sebesar USD10 miliar pada 2021.
Kelompok itu kembali berkuasa di Afghanistan pada Agustus 2021. Ini mengikuti penarikan pasukan AS yang kacau dari negara yang dilanda perang.
Sementara itu, selama dua dekade, Taliban telah menjadi musuh bebuyutan Amerika.
Mereka digulingkan oleh AS setelah serangan 9/11 tetapi pemberontakan mereka terus menargetkan pasukan Amerika dan sekutunya.
Hanya butuh beberapa hari bagi pejuang Taliban untuk mendapatkan kembali Kabul setelah penarikan pasukan terakhir AS dua tahun lalu.
Tidak ada negara yang mengakui pemerintahan Taliban tetapi mereka adalah pemerintah de facto.
(Susi Susanti)