"Terkait isu pelanggaran HAM terhadap pelarangan perkawinan antar-umat yang berbeda agama, dapat diterangkan bahwa implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan HAM di negara-negara sekuler, dimana HAM di Indonesia tetap mengacu kepada Pancasila sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengizinkan pernikahan warga yang memiliki latar belakang beda agama . Hal ini tertuang dalam putusan PN Jakut Nomor 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Ut yang dikutip pada Senin (28/8/2023).
Berdasarkan putusan tersebut, Hakim PN Jakarta Utara yang mengesahkan Yuli Efendi mengizinkan sepasang kekasih asal Tanjung Priok berinisial RY (Protestan) dan GA (Katholik) dapat melangsungkan pernikahan dan sah secara hukum.
"Memberikan izin kepada para pemohon untuk melangsungkan pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara," tulis putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 8 Agustus 2023 dikutip Senin (28/8/2023).
Adapun perizinan ini bermula dari pengajuan permohonan warga asal Tanjung Priok RY (pemohon perempuan) dan GA (pemohon laki-laki). Yang sudah melangsungkan pernikahan secara agama di salah satu gereja pada 1 Februari 2023.
Adapun perrnikahan tersebut diberkati pastur dan dicatat dalam sebuah Surat Perkawinan (testimonium matrimoni). Namun saat keduanya akan mendaftarkan ke Dukcapil Jakut tidak diterima dengan alasan perlu penetapan pengadilan karena perbedaan agama.