Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dampak Gempa, Gadis Maroko Hadapi Ancaman Kekerasan Seksual dan Perkawinan Paksa

Serli Utari Dewi , Jurnalis-Selasa, 19 September 2023 |16:29 WIB
Dampak Gempa, Gadis Maroko Hadapi Ancaman Kekerasan Seksual dan Perkawinan Paksa
Foto: Reuters.
A
A
A

GEMPA bumi dahsyat yang melanda Pegunungan High Atlas, Maroko pada Jumat (8/9/2023), membuat banyak warga di wilayah itu terpaksa mencari perlindungan dan mengungsi di kota-kota besar. Namun, langkah itu membuat mereka, terutama perempuan sangat berisiko mengalami kekerasan.

Banyaknya unggahan di sosial media yang memperdagangkan perempuan di bawah umur menyusul gempa Maroko membuat para aktivis dan organisasi hak perempuan waspada.

Di tengah peristiwa yang menimpa Maroko, seorang pria dewasa yang merupakan sukarelawan berfoto dengan seorang gadis muda berusia sekitar 10 tahun, ia mengatakan bahwa anak tersebut akan menikah dengannya ketika sudah besar.

“Dia tidak mau ikut denganku ke (Casablanca) tapi dia berbisik bahwa kalau dia besar nanti kita akan menikah,” tulis pria itu dalam caption Instagram story-nya dengan foto dirinya dan gadis muda itu sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Laman Facebook populer lainnya mengecam apa yang mereka sebut “gadis kota”.

“Mengapa Anda menikahi seseorang yang manja yang masih ingin berpakaian terbuka dan ketat, menghabiskan banyak uang, membesarkan anak-anak Anda dengan tidak pantas,” tulis postingan tersebut, yang mendesak para pria untuk menikahi “gadis yang tidak mau meminta apa pun”.

“(Pria) telah menganjurkan untuk pergi dan menikahi gadis-gadis ini, beberapa di antaranya membenarkan penafsiran agama (mereka). Bahkan jika mereka masih di bawah umur, kami akan menyelamatkan mereka (kata mereka),” ujar Yasmina Benslimane, seorang aktivis Maroko dan aktivis hak asasi manusia kepada Al Jazeera.

Benslimane dan aktivis hak-hak perempuan Maroko, telah melakukan sosialisasi pentingnya perawatan pada saat menstruasi kepada perempuan di sana setelah mengetahui bahwa akan ada rombongan laki-laki Maroko untuk “menyelamatkan” gadis-gadis muda di desa-desa terpencil.

Seorang pelajar berusia 20 tahun di kota Errachidia ditangkap minggu ini, dikarenakan ia mengunggah konten di sosial media dengan tujuan melakukan pelecehan seksual terhadap gadis-gadis muda, menurut media lokal.

Benslimane dan organisasinya mendesak diluncurkannya bantuan yang peka terhadap gender dalam respon terhadap gempa bumi

“Kami tahu bahwa hal seperti itu akan terjadi, akan ada resiko kekerasan berbasis gender, akan ada risiko eksploitasi, dan inilah yang terjadi dengan kasus-kasus mengkhawatirkan yang kita lihat secara online,” kata Benslimane.

“Sangatlah penting untuk memiliki pendekatan yang peka gender dalam bantuan bencana,” tambahnya.

“Menurut (Program Pembangunan PBB), perempuan dan anak perempuan 14 kali lebih mungkin meninggal saat bencana dibandingkan laki-laki.”

Ketika operasi pemulihan terus berlanjut, Maroko menaruh perhatian pada risiko-risiko khusus yang dihadapi oleh kelompok masyarakat yang lebih rentan.

Minggu lalu, Raja Mohammed VI memberikan penghargaan yaitu “penjaga bangsa” kepada anak-anak yatim piatu akibat dari gempa tersebut, “hal ini untuk melindungi mereka dari bahaya, termasuk perdagangan manusia, dan Karima Mkika,” kata presiden Asosiasi Al Karam yang berada di Marrakesh, yaitu sebuah LSM untuk melindungi anak-anak yang rentan.

Saat ini Mkika belum cukup mengumpulkan bukti-bukti kasus perdagangan anak yang terjadi akibat adanya gempa bumi, namun mereka sudah mempersiapkan situs web bagi masyarakat untuk melaporkan pelecehan semacam itu.

Selain bahaya terkait eksploitasi dan perdagangan manusia, ada juga keprihatinan tentang kesehatan reproduksi para wanita korban gempa.

“Perempuan tidak berhenti menstruasi hanya karena ada gempa bumi,” Nora Fitzgerald, dari Pusat Pelatihan Wanita Amal nirlaba yang berbasis di Marrakesh, mengatakan kepada Al Jazeera.

Di daerah pegunungan yang mengalami dampak paling parah, kasus kemiskinan, menstruasi dan terbatasnya akses terhadap produksi untuk menstruasi sudah ada sebelum terjadinya gempa.

Menurut Fitzgerald, perempuan dan anak perempuan yang tinggal di pegunungan pada saat menstruasi seringkali tidak memakai pembalut, melainkan kain perca.

Selain itu, ketika rumah sakit penuh dengan korban luka-luka akibat gempa bumi, perempuan hamil menghadapi tantangan.

Menurut UNFPA, sebanyak 4.100 wanita hamil terkena dampak gempa tersebut.

Badan PBB juga menyediakan klinik keliling dan persalinan yang aman.

“Mereka juga menjalankan program pengembangan di Maroko yang berfokus pada pelatihan bidan, sebuah layanan yang sangat penting di banyak negara,” kata Baker.

“Bergantung pada rumah sakit, akan menimbulkan tantangan baru terlebih lagi dalam situasi darurat,” tambahnya.

Hal ini berlaku di tempat-tempat yang minim atau bahkan tidak ada layanan medis sama sekali.

“Bayi tidak berhenti dilahirkan (setelah gempa bumi),” kata Fitzgerald.

Oleh karena itu Fitzgerald dan organisasinya menyediakan sebuah tenda bersalin dan beberapa kain bersih, untuk perempuan yang akan melahirkan.

“Mereka benar-benar tidak punya apa-apa,” katanya.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement