Kemarahan rakyat menyusul penolakan Prancis untuk menerima kepemimpinan baru Niger meningkat ketika junta meminta pasukan dan duta besarnya meninggalkan negara itu.
Presiden Prancis Emmanuel Macron awalnya menolak untuk mematuhinya. Namun kini ia memutuskan untuk menyetujui tuntutan junta karena pemerintah Niger "tidak lagi tertarik untuk memerangi terorisme".
Di luar pangkalan militer di Niamey yang menampung pasukan Prancis, ratusan pengunjuk rasa telah berkemah selama berminggu-minggu, sehingga pasokan tidak dapat menjangkau personel di sana.
Pada Jumat (22/9/2023) para pengunjuk rasa mengadakan aksi duduk bersama. Di tengah panas terik siang hari, Imam Abdoulaziz Abdoulaye Amadou berpesan agar masyarakat bersabar.
“Sama seperti perceraian antara seorang pria dan seorang wanita membutuhkan waktu, begitu pula perceraian Niger dengan Prancis,” katanya kepada hadirin.
Setelah khotbahnya, tim BBC bertanya kepadanya mengapa, setelah bertahun-tahun menjalin kerja sama yang erat, masyarakat Niger begitu marah terhadap Prancis.
“Di seluruh Sahel, Niger adalah mitra terbaik Perancis,” terangnya.
“Tetapi Perancislah yang kini menolak menerima apa yang kami inginkan dan itulah sebabnya terjadi ketegangan,” lanjutnya.