SURABAYA- Panglima Kodam V Brawijaya Mayjen Farid Makruf membagikan kisahnya saat memberantas aksi terorisme kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora ketika menjalankan Operasi Madago Raya di Poso.
Saat itu, dia menjabat Komandan Korem (Danrem) 132/Tadulako dengan pangkat Brigadir Jenderal (brigjen).
“Selama bertugas menjadi Danrem 132 Tadulako, kami membangun sinergitas dan Soliditas TNI dan Polri di lapangan,” ujarnya saat meluncurkan buku berjudul “Poso di Balik Operasi Madago Raya, dikutip, Kamis (26/10/2023).
Menurutnya, ini adalah sinergitas dan soliditas tanpa batas, bukan hanya lip service atau hanya jargon yang terpampang di baliho atau poster-poster.
“Selama bertugas kami mewujudkan sinergitas dan soliditas TNI dan Polri dalam bentuk yang nyata di lapangan,”ujar jenderal Kopassus bintang dua tersebut.
“Itu terlihat benar di mana pasukan kedua institusi benar-benar bersinergi dan solid tanpa adanya sekat atau ego sectoral. Inilah yang menjadikan operasi Madago Raya sukses dan berhasil," lanjut Makruf.
Saat itu, TNI dan Polri memetakan para teroris dalam dua faksi. Yang pertama adalah faksi kombatan dan kedua faksi simpatisan nonkombatan.
“Yang pertama faksi kombatan bersenjata yaitu mereka yang berada di atas gunung,”ujar Farid Makruf.
Kemudian, kelompok nonkombatan tidak bersenjata, yaitu mereka yang mendukung logistik dan informasi bagi kelompok kombatan. Mereka adalah masyarakat umum yang menjadi simpatisan teroris.
“Mereka ini orang-orang yang bersimpati karena takut ataupun mereka yang terpengaruh dan ingin terus mengikuti ajaran radikal. Saat itu, kepada Rakhman Baso (Kapolda Sulteng) saya menyampaikan bahwa selama ini sudah berbagai cara dilakukan untuk menuntaskan kasus terorisme di Poso, namun tak selesai-selesai juga,”ujarnya.
“Akhirnya Pak Rakhman sebagai PJKO Operasi Madago Raya kemudian membangun tidak kurang 43 pos sekat untuk membatasi pergerakan para kombatan dan nonkombatan," sebut Farid.