TANGERANG - Sejumlah bangunan permanen berdiri kokoh di bantaran Kali Kemuning 3, Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel). Bangunan itu berbentuk rumah tinggal 2 lantai hingga deretan kontrakan.
Pantauan di lokasi, bangunan-bangunan di sana berdiri persis di atas pembatas turap kali. Padahal pemerintah tegas melarang sebagaimana Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Republik Indonesia, Nomor 28/PRT/M/2015, Tentang Garis Sempadan.
Lebar kali di sana berkisar sekira 5 hingga 7 meter. Kali itu kini dalam kondisi kotor dan berwarna hitam pekat. Berbagai jenis material nampak menumpuk di sudut-sudut alirannya hingga mengundang bau tak sedap manakala melintas di tepian kali.
Letak kali itu menjadi batas pemisah antara wilayah Pamulang Barat dan Pamulang Timur. Akses di lokasi kini tengah dibangun jembatan baru. Sementara waktu, pejalan kali hanya bisa melintas melalui batang-batang bambu yang dibuat di sisi proyek jembatan.
Keberadaan bangunan-bangunan di sempadan kali itu kerap mengganggu proyek pengerjaan penanganan banjir oleh pemerintah. Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Bina Konstruksi (DSDABMBK) pun menyebut, ada cukup banyak bangunan liar di Tangsel yang berdiri di sempadan kali.
"Banyak lah (bangunan liar), tapi kita juga enggak bisa menertibkan karena di Tangsel ini kan ada beberapa perumahan yang berdiri sejak zaman kabupaten, jadi izinnya izin yang lama," kata Humas DSDAMBK Tangsel, Kemal, Senin (30/10/2023).
Terlepas sejak kapan bangunan itu berdiri, menurut Kemal, tidak boleh ada pembangunan rumah tinggal di bantaran kali atau sungai. Hal demikian guna menjaga fungsi sempadan sebagaimana ketentuannya.
"Kan itu sudah jelas dalam Permen PU tahun 2015 itu tidak boleh mendirikan bangunan di sempadan sungai. Supaya apa? supaya menjaga fungsi sempadan itu," tegasnya.
Pasal 22 dalam Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 menjelaskan diperbolehkannya pemanfaatan sempadan sungai. Meskipun sifarnya hanya terbatas dan tetap harus mendapat izin dari pihak terkait, seperti bangunan prasarana sumber daya air; fasilitas jembatan dan dermaga.
Lalu pemanfaatan bagi jalur pipa gas dan air minum, rentangan kabel listrik dan telekomunikasi, kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai misalnya berupa kegiatan menanam sayur-mayur; dan bangunan ketenagalistrikan.
Beberapa bangunan di Sempadan Kali Kemuning 3 merupakan milik seorang pejabat lurah. Selain itu, nampak pula bangunan rumah warga lainnya yang dibangun menjorok ke dalam badan kali. Pondasi rumah tersebut hanya ditopang dengan beberapa tiang beton kecil.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Satpol PP Kota Tangsel, Sapta Mulyana, mengatakan pihaknya siap menertibkan bangunan-bangunan yang melanggar ketentuan sempadan kali. Hanya saja, eksekusi baru bisa dikerjakan manakala ada permohonan resmi dari dinas terkait.
"Kita sebagai eksekutor. Artinya setelah ada permohonan dari OPD terkait baru kita tertibkan," ucapnya.
Namun demikian, upaya penertiban bangunan-bangunan di sempadan kali tidaklah mudah. Sebab, pemilik bangunan menolak mematuhi batas sempadan kali karena menganggap lahan itu adalah warisan turun-temurun.
"Coba misalnya anda di posisi seperti kita, punya tanah segitu-gitunya, tiba-tiba ada undang-undang begitu, kita dirugikan nggak? tanahnya kan bersertifikat. Solusinya saya tempatin lah, itu tanah saya, sertifikat punya saya juga," ujar Mulyadi, pemilik bangunan di sempadan Kali Kemuning 3.
Mulyadi menganggap keberadaan rumah 2 lantai serta deretan kontrakan miliknya telah dibangun sejak tahun 2011. Kata dia, sekalipun pemerintah mau menertibkan bangunan di sana maka harus ada ganti untung yang dia terima sebagai pemilik.
"Kalau memang dibutuhkan ya harus ada ganti untung. Kalau mau jangan punya saya doang, semua warga yang ada di situ (sempadan) kita kumpulin semua, kita tanyain semua," tutur pria yang juga menjabat sebagai Lurah Pamulang Barat itu.
(Angkasa Yudhistira)