TIDAK bisa dihindari bahwa perang Hamas dan Israel akan berdampak pada kemarahan dan merangsang emosional berbagai elemen masyarakat pencinta kedamaian, masyarakat anti kekerasan, dan kelompok masyarakat anti radikalis terorisme di seluruh Belahan dunia.
Kelompok muslim konservatif yang menjadi kelompok minoritas di wilayah pemukiman sebuah negara plural misalnya, mereka akan mengambil bagian sebagai pendukung gerakan Hamas dan Palestina sebagai sebuah negara. Ada juga kelompok pencinta kedamaian dan anti konflik yang juga akan mendengungkan dan menghimbau pelepasan sandera yang tak berdosa baik yang dilakukan oleh hamas maupun oleh Israel. Sementara kelompok idiologis garis keras timur tengah juga akan menggelorakan perang fii sabillilah melawan Israel.
Di New York , yang merupakan tempat tinggal dua jutaan orang Yahudi dan ratus ribuan umat Muslim, tempat di mana demokrasi dan hak mengemukakan pendapat sangat dijunjung tinggi, maka dipastikan akan terjadi demonstrasi pro-Palestina yang menentang “kekerasan” Israel, dan yang pro - sekutu Israel untuk membobardir habis Hamas yang mereka identikkan sebagai kelompok teroris.
Benar saja, pada hari Minggu lalu demo sporadis besar-besaran terjadi. Ribuan demonstran bergerak sambil mengibarkan ribuan bendera Palestina di Times Square, di alun-alun yang ikonik di Manhattan yang terkenal di seluruh dunia dengan papan reklame elektronik raksasanya. Para demonstran berjalan dengan bergerombol menuju Konsulat Jenderal Israel yang berada di 2nd Avenue. Kemudian dari sana mereka bergeser ke markas besar PBB di tepi East River tempat di mana saat bersamaan Dewan Keamanan sedang melakukan rapat pertemuan.
Situasinya menjadi menarik dan sangat riskan provokasi, karena di samping pendemo pro Palestina, hadir juga dalam waktu bersamaan pengunjuk rasa tandingan berbarengan dengan rangkaian prosesi pengunjuk rasa pro-Palestina yang sedang digelar. Mereka berada di trotoar yang berlawanan dengan yang pro Palestina. Kelompok ini meneriaki mereka dengan kata kata “teroris” berulang-ulang. Kedua kelompok ini berhasil disekat. Tidak dapat bersentuhan satu sama lainnya. Dan akhirnya polisi berhasil memisahkan mereka.
Dalam unjuk rasa terpisah di Manhattan tersebut, di samping bendera Palestina dikibarkan, ratusan orang juga mengibarkan bendera Israel dan menyampaikan kecaman tulisan bahwa "Hamas yang kejam". Selain di New York demo besar besaran tanggal 13 oktober juga terjadi hampir di seluruh negara Timur Tengah. Sebagian besar mendukung Palestina dan meminta pembebasan sandera dari pihak Israel. Bersamaan dengan itu, Israel tengah bersiap untuk melakukan invasi darat ke Jalur Gaza.
Selain di luar "Central of gravity" Hamas di tepi barat, ada kejadian yang lebih mengerikan lagi di mana 9 warga tak berdosa ditemukan tewas di Ramallah, di Tulkarem, di Nablus dan di Hebron akibat bentrok pisik dengan pasukan Israel tanggal 13 oktober 2023 lalu. Di Bagdad kerumunan massa juga berkumpul di berbagai tempat seperti di Lapangan Tahrir dan di berbagai tempat di pusat ibu kota Irak lainnya. Mereka berteriak teriak menyikapi seruan melawan Israel yang diserukan oleh pemimpin Syiah yang berpengaruh - Moqtada Al-Sadr. Sementara tokoh tertinggi Syiah Irak yang lain Ali - Al Sistani juga menyerukan seluruh dunia untuk ikut menentang Israel.
Di Zurich 7.000an orang berkumpul sejak sore hari, 2000 orang berkumpul di Lausanne, 1800 orang berdemo di Jenewa, lebih dari seribu orang di Bern dan antara 300 dan 400 orang di Bellinzona. Di Basel pertemuan yang dilaksanakan tanpa izin juga dihadiri lebih dari 300 orang. Di mana-mana, dengan cara yang sama para demonstran mengibarkan bendera Palestina. Slogan utamanya adalah "Bebaskan Palestina" dan "Hentikan Perang dan Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina ". Mereka juga menuntut masyarakat umum untuk “ tidak bersikap diam dan ketidak peduli ”,demikian kata perwakilan kelompok Lausanne-Palestina.
Di Bern, penyelenggara unjuk 0rasa menuntut gencatan senjata dan segera diakhirinya pengepungan dan “genosida”
Demo yang Tidak Mampu Dibendung
Berbeda dengan di timur tengah, di Swiss dan di Newyork. Unjuk rasa pro-Palestina justru dilarang di Prancis karena telah terjadinya serangan aksi menikam membabi buta "Lonewolf " terhadap seorang guru beberapa waktu lalu. Akibatnya semua unjuk rasa pro-Palestina yang direncanakan akan dilaksanakan Senin malam di Lyon, Prancis, dilarang oleh aparat prefektur Rhone. Karena dianggap berpotensi mengganggu ketertiban masyarakat Perancis.
Prefektur Rhône menegaskan bahwa tidak akan ada permintaan izin untuk berdemonstrasi. Prefektur berencana akan segera mengeluarkan perintah larangan kegiatan tanggal 28 Oktober 2023.
Setelah dinyatakan dilarang, perintah larangan disebar, bukannya berhenti, seruan untuk bersatu “mendukung perlawanan Palestina” justru diluncurkan secara bertubi-tubi di berbagai platform media sosial. Dirumuskan dengan sandi nama “La Fosse aux Lyons” yang mengacu pada kelompok bersenjata Palestina “Fosse aux Lions” yang beroperasi di Tepi Barat. Seruan tersebut disampaikan oleh beberapa organisasi sayap kiri.
Sekuat apapun larangan akhirnya bagai tak terbendung, Perancis tak mampu menolak aksi demo, akhirnya demonstrasi pro-Palestina meledak dan hampir terjadi di seluruh Prancis pada hari Sabtu 28 Oktober lalu. Demo terjadi terjadi diberbagai tempat seperti di Grenoble, di Lille, di Strasbourg, di Marseille, dan juga di Paris. Ribuan orang berkumpul menentang larangan demonstrasi oleh pemerintah.
Pendemo bersatu dengan satu tuntutan yaitu "perdamaian". Seorang peserta demonstran menyatakan dia mengecam pemboman Israel di Jalur Gaza dan memprotes reaksi Perancis tidak mengizinkan demo. Untuk menjaga agar kondisi tetap kondusif aparat penegak hukum akhirnya mengawal dan hadir di lokasi untuk mencegah bergabungnya para pelaku demonstrasi di jalan-jalan yang berdekatan. Larangan markas besar kepolisian telah disampaikan beberapa jam sebelum demo dimulai. 14 kelompok pendemo yang menegaskan bahwa.
“Prancis adalah satu-satunya negara di dunia yang melarang demonstrasi solidaritas terhadap Palestina ,” kata perwakilan kelompok pendemo François Sauterey - salah satu presiden Gerakan Melawan Rasisme dan Persahabatan Antar Bangsa di Perancis.