Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Derita Ibu Melahirkan Tanpa Obat Penghilang Rasa Sakit di Bawah Hujan Bom di Gaza

Susi Susanti , Jurnalis-Rabu, 15 November 2023 |12:33 WIB
Derita Ibu Melahirkan Tanpa Obat Penghilang Rasa Sakit di Bawah Hujan Bom di Gaza
Derita ibu melahirkan tanpa obat penghilang rasa sakit di bawah hujan bom Israel di Gaza (Foto: BBC)
A
A
A

Keluarga tersebut akhirnya sampai di Rumah Sakit (RS) Kuwait di kota Rafah namun bangsal bersalinnya telah ditutup. Kefaia kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Emirat terdekat.

“Ini sangat sulit karena jumlah perempuan yang melahirkan sangat banyak,” katanya.

“Mereka datang dari seluruh penjuru Gaza, dari utara ke selatan dan di mana pun di antaranya,” ujarnya.

“Ada kekurangan obat penghilang rasa sakit. Jadi mereka hanya memberikannya jika rasa sakitnya benar-benar tak tertahankan dan hanya diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan,” ungkapnya. Dia melahirkan tanpa obat pereda nyeri.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan lebih dari separuh rumah sakit di Gaza tidak berfungsi karena kekurangan bahan bakar, kerusakan, serangan dan ketidakamanan. PBB memperkirakan sekitar 50.000 perempuan hamil terjebak dalam konflik tersebut, dan meskipun kondisi rumah sakit sudah memadai, sekitar 180 persalinan diperkirakan akan terjadi setiap harinya.

Banyak perempuan hamil yang tidak mendapatkan layanan persalinan yang aman karena rumah sakit kewalahan menangani korban jiwa, kehabisan bahan bakar untuk generator, dan kekurangan obat-obatan serta persediaan dasar. Termasuk untuk penanganan darurat obstetrik.

Ola Abu Oali adalah salah satunya. “Bayi saya berumur dua minggu. Dia lahir pada masa perang, tepat di sini, di sekolah ini,” katanya kepada Majdi Fathi, seorang jurnalis lepas yang bekerja untuk BBC di Gaza.

Ola memiliki seorang putra kecil lainnya. Mereka semua saat ini tinggal di tempat penampungan sekolah PBB yang berbeda dan penuh sesak di Rafah.

"Kedua anak saya sakit. Perut mereka kembung dan diare parah. Setiap kali saya menyusui bayi saya, dia muntah. Saya harus membawa anak saya yang lain ke rumah sakit tiga kali untuk memberinya infus, tapi kondisinya tidak berubah,” katanya.

Akses terhadap air bersih adalah salah satu tantangan terbesar bagi para pengungsi di Gaza. PBB mengatakan setiap orang hanya memiliki akses terhadap tiga liter air sehari untuk semua kebutuhannya.

"Kami tidak punya air. Tidak ada susu untuk bayi saya. Dan kondisi toilet sangat buruk. Ada bau busuk dan kami harus menunggu giliran untuk menggunakannya," lanjutnya.

Sementara itu, Wafaa Yousef Fakhry Ahmed berlindung di sekolah yang sama dengan Ola.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement