BANGSA Indonesia akan menjalani ritus politik hajatan akbar, yakni pemungutan suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), tanggal 14 Februari 2024.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tiga (3) pasang calon, dengan nomor urut 1 pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, masing-masing bernomor urut 2 dan 3.
Ke-3 Capres-Cawapres bersama dengan partai politik pengusung dan pendukung mulai hectic dan heroik berkampanye untuk memenangkan jagoan mereka masing-masing. Selain itu, mesin partai politik mulai dipanaskan. Sayap-sayap pendukung dan simpatisan terlihat dikepakkan.
Pesta demokrasi mulai bergulir, meskipun belum terlihat dengan kecepatan maksimal, full speed, karena puncak arus perkampanyean diprediksi akan terpantau pada detik-detik terakhir menjelang masa tenang. Adu strategi? Ya! Para Capres-cawapres sedang beradu strategi kemenangan untuk merebut suara rakyat. Karena jika jor-joran di awal, semua akan bermuara pada pasokan logistik. Gak bahaya tah?
Ketiga Capres mengusung tagline yang berbeda. Dalam visi dan misi, Anies-Muhaimin menggunakan frasa “8 Jalan Perubahan.” Adapun Ganjar-Mahfud memilih “8 Gerak Cepat Ganjar Pranowo dan Mahfud MD”, sedangkan Prabowo-Gibran memakai frasa “Asta Cita.”
Semua itu merupakan pertarungan simbolis antar calon. Hanya saja, tinggal bagaimana mereka menerjemahkan dan memahamkan visi misi tersebut, kepada para pemilik suara yang masih didominasi oleh masyarakat arus bawah sebagai potential vote getter.
Jika mereka piawai dalam memersuasi pemilik suara, dengan kesederhanaan bahasa dan mengampanyekan program-program unggulan yang masuk akal dan terukur serta tidak bombastis-utopis, niscaya masyarakat pemilih akan jatuh hati kepada salah satu dari ketiga pasang calon tersebut.
Konstelasi politik yang mulai memanas antar pasangan Capres-Cawapres dan juga antar pendukung mereka, haruslah diletakkan pada koridor kerangka berdemokrasi, yakni bolehnya berbeda pendapat untuk memilih salah satu Capres-Cawapres dan tidak adanya tekanan baik bersifat fisik maupun psikis.
Berbeda pilihan politik boleh, tetapi jangan sampai membuat kita terpecah belah, tercerai-berai.
Oleh karena itu, semua pihak hendaknya memiliki kesadaran tingkat tinggi dengan menyuguhkan proses pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil). Jangan berpikir kemenangan dengan menabrak dan membabi buta terhadap aturan main yang telah menjadi konsensus anak bangsa.
Hal ini sangat penting, karena percikan api ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu yang legitimate dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika tidak dikelola dengan kejernihan hati dan sikap legowo dalam berpolitik.