Para pemimpin Indonesia harus menjadikan Pemilu yang luber dan jurdil sebagai tujuan bersama, sehingga kasus-kasus bottle-necking, kebuntuan dan kekisruhan pasca pemilihan presiden dapat dieliminasi. Tengok apa yang terjadi ketika gelaran pemilihan presiden Venezuela menemukan jalan buntu.
‘Kehancuran’ Venezuela bermula dari gelaran pemilihan presiden 2018. Saat itu, presiden petahana, Nicolas Maduro, keluar sebagai pemenang dan mempertahankan periode keduanya. Dua rival Maduro, Henri Falcon dan Javier Bertucci, menolak hasil pemilu yang dianggap sandiwara palsu lantara diduga terjadi banyak penyimpangan, seperti dugaan pembelian suara dan kecurangan lainnya.
BACA JUGA:
Namun, Maduro tetap dilantik sebagai presiden pada 10 Januari 2019, yang memicu krisis politik berkepanjangan. Krisis politik diperparah setelah Ketua Majelis Nasional atau Parlemen, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden interim Venezuela, menentang kepemimpinan Maduro.
Perebutan tahta antara Maduro-Guaido berimbas pada kondisi ekonomi negara tersebut yang terus tersungkur setelah harga minyak anjlok pada 2016. Hingga pada akhirnya Presiden Maduro membuat kesepakatan dengan pihak oposisi yang akan mengadakan pemilihan presiden pada tahun 2024. Contoh tragedi politik di Venezuela juga terjadi di Afghanistan, Pakistan, Kongo, dan Zimbabwe.
BACA JUGA:
Kontras dengan di Indonesia, hal yang membanggakan terjadi pada para pemimpin Indonesia. Bangsa Indonesia terbukti telah mampu mengatasi perseteruan politik yang rumit di masa lampau, sehingga kita dapat memandang bahwa pemilihan umum yang diselenggarakan lima tahunan merupakan tahapan dan rangkaian perjalanan bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan apa yang dicita-citakan, dengan kristalisasi keringat bahkan darah para pendiri bangsa dan termaktub dalam Preambule Undang-Undang Dasar 1945.
Jadi, sangatlah naif, jika kita bertengkar tak berkesudahan gara-gara ego sektoral bertopeng kepalsuan kepentingan bangsa dan negara. Jangan hanya memenangkan suara rakyat tetapi tidak dengan hatinya. Pendek kata, jika Anda tidak memperjuangkan kepentingan nusa, bangsa, dan negara Indonesia, lebih baik minggir!
Semoga.
Wallahu ‘Alamu Bishawaab
Penulis: Kolumnis Muslim, Hadi Susiono Panduk
(Nanda Aria)