JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memutuskan lima kali debat Pilpres 2024, akan tetap dibagi menjadi dua bagian, yakni tiga kali debat antarcapres dan dua antarcawapres. Namun dalam lima putaran tersebut, capres dan cawapres akan hadir secara bersamaan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mempertanyakan langkah KPU menghapus sesi debat khusus calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.
"Potret ini memperlihatkan pemilu kita benar benar dalam kondisi kritis. Nalar kewarasan dan akal sehat demokrasi sedang diuji. Indikasi untuk melindungi salah satu cawapres memang tidak mudah dibuktikan, tetapi sinyal ini sangat terasa mengarah ke mana," ucap Neni dalam keterangannya, Minggu (3/12/2023).
Neni berpendapat, seharusnya KPU berdiskusi dengan para pakar sebelum secara sepihak mengubah format debat.
"Seperti apa kiranya format debat yang dipandang ideal untuk bisa menggali gagasan capres-cawapres. Jangan sampai keputusan KPU ini membuat kecurigaan publik karena ada upaya melindungi salah satu paslon," sambungnya.
Diketahui, pada Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), disebutkan bahwa debat capres-cawapres digelar 5 kali, yakni 3 kali untuk capres dan 2 kali untuk cawapres. Namun, tidak ada aturan lebih rinci mengenai format untuk masing-masing debat.
"KPU perlu menjelaskan secara transparan dan akuntabel kepada publik. Bukan hanya sekedar alasan normatif. Kenapa bisa terjadi demikian? Debat ini kan fungsinya mengedukasi publik untuk meraih dukungan dan membentuk opini publik. Kalau yang dihadirkan salah satu saja, seperti tidak komperhensif jadinya," ucap Neni.