JAKARTA - Dalam Rancangan Undang-Undang Daerah khusus Jakarta yang dalam salah satu usulan panja, Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk oleh Presiden adalah sebuah kebijakan yang berpotensi menjadi ajang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
Juru Bicara DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M. Iqbal mengungkapkan Usulan tersebut tentu saja menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi.
"Jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp80 triliun harus dipimpin orang yang berkompeten dan memiliki legitimasi oleh rakyat, bila ditunjuk maka berpotensi menjadi ajang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme," ujar Iqbal, Rabu (6/12/2023) kepada awak media.
Ia melihat siapapun yang memenangkan Pilpres 2024 akan sangat berpotensi melakukan nepotisme di Jakarta dengan menunjuk kerabat atau orang yang tidak berkompeten dalam bidangnya.
“Bisa saja suatu saat Presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," lanjutnya.
PKS dengan tegas menolak RUU DKJ karena dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam dan berpotensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Kami sejak awal menolak Undang-Undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan Gubernur serta Wakilnya harus dipilih oleh rakyat. Bukan ditunjuk Presiden," ujarnya.