Badai petir di musim semi, disertai angin menderu, hujan es, dan hujan es, merupakan tantangan terbesar dalam mengendalikan pesawat dengan alat navigasi yang belum sempurna. Theodore White, seorang jurnalis majalah Life yang menerbangi rute tersebut sebanyak lima kali untuk sebuah berita, menulis bahwa pilot sebuah pesawat yang membawa tentara Tiongkok tanpa parasut memutuskan untuk mendarat darurat setelah pesawatnya terkena es.
Kopilot dan operator radio berhasil menyelamatkan diri dan mendarat di "pohon tropis besar dan mengembara selama 15 hari sebelum penduduk asli yang ramah menemukan mereka". Komunitas lokal di desa-desa terpencil sering kali menyelamatkan dan merawat para korban yang terluka hingga mereka bisa kembali sehat. (Belakangan diketahui bahwa pesawat telah mendarat dengan selamat dan tidak ada nyawa yang hilang.)
Tak heran, radio dipenuhi dengan panggilan mayday. Pesawat-pesawat tertiup angin sehingga menabrak pegunungan yang bahkan pilotnya tidak sadari berada dalam jarak 50 mil, kenang Turner. Satu badai saja menjatuhkan sembilan pesawat, menewaskan 27 awak dan penumpang. “Di awan-awan ini, di seluruh rute, turbulensi akan terjadi dengan tingkat keparahan yang lebih besar daripada yang pernah saya lihat di mana pun di dunia, sebelum atau sesudahnya,” tulisnya.
Orang tua dari penerbang yang hilang berharap anak-anak mereka masih hidup. "Di mana anakku? Aku ingin dunia mengetahuinya/Apakah misinya telah memenuhi dan meninggalkan bumi di bawah?/Apakah dia di atas sana, di negeri indah itu, minum di air mancur, atau dia masih mengembara di hutan India dan pegunungan?," tanya Pearl Dunaway, ibu dari seorang penerbang yang hilang, Joseph Dunaway, dalam sebuah puisi pada 1945.
Para penerbang yang hilang kini menjadi legenda. “Orang-orang Bungkuk ini melawan Jepang, hutan, pegunungan, dan musim hujan sepanjang hari dan sepanjang malam, setiap hari dan setiap malam sepanjang tahun. Satu-satunya dunia yang mereka tahu hanyalah pesawat terbang. Mereka tidak pernah berhenti mendengarkan, menerbangkan, menambalnya , mengutuk mereka. Namun mereka tidak pernah bosan menyaksikan pesawat berangkat ke Tiongkok," kenang White.
Operasi ini benar-benar merupakan prestasi logistik udara yang berani setelah perang global yang sampai di depan pintu India. “Perbukitan dan masyarakat Arunachal Pradesh tertarik pada drama, kepahlawanan, dan tragedi Perang Dunia Kedua akibat operasi Hump,” pungkas Tayeng. Ini adalah cerita yang hanya diketahui sedikit orang.
(Susi Susanti)