JAKARTA – Ratusan pengungsi Rohingya telah mendarat di Aceh dalam beberapa pekan terakhir. Namun, kedatangan mereka mendapat penolakan dari masyarakat lokal yang keberatan dengan kedatangan para pengungsi dari Myanmar tersebut.
Selama beberapa dekade, warga Rohingya menderita penderitaan ekstrem di Myanmar. Mereka tidak diberikan akses terhadap kewarganegaraan dan pencatatan, tidak diperbolehkan mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja.
Sebagian besar pengungsi Rohingya melarikan diri ke kamp-kamp di negara tetangga Bangladesh sejak tiga dekade terakhir dan kebanyakan pada 2017 setelah beberapa insiden kekerasan dan pelanggaran HAM.
Seorang pekerja yang membantu mengelola kamp-kamp penahanan di negara bagian barat Rakhine dimana tempat PBB dan lembaga lainnya menyediakan makanan dan kebutuhan dasar lainnya kepada puluhan ribu warga Rohingya yang dialokasikan secara paksa setelah kerusuhan pada 2012 memberikan penilaian yang suram.
PBB telah diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan tidak nyaman selama beberapa tahun mengenai pendekatan mereka terhadap Rohingya. Berikut 3 kesalahan United Nations High Commissioner for Refugees atau UNHCR dalam menangani masalah Rohingya di Indonesia.
1. Remehkan pelanggaran HAM
Para pejabat senior dituduh meremehkan pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM dan mengabaikan tanda-tanda peringatan menjelang pembunuhan massal yang dipimpin militer yang dimulai pada Agustus 2017 dan menyebabkan sekitar 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.