2. Kegagalan sistemik penanganan krisis
Sebuah tinjauan independen yang diterbitkan menemukan “kegagalan sistemik” dalam penanganan krisis oleh PBB. Laporan tersebut, yang ditulis oleh mantan Menteri Luar Negeri Guatemala dan Duta Besar PBB, Gert Rosenthal merupakan respons terhadap meningkatnya tekanan untuk melakukan penyelidikan.
Namun, meski sebagian pihak menyambut baik tinjauan tersebut, sebagian lainnya termasuk para aktivis Rohingya marah karena Rosenthal gagal meminta pertanggungjawaban para pemimpin, dan berargumentasi bahwa “tanggung jawab secara keseluruhan bersifat kolektif. Hal ini benar-benar dapat dikategorikan sebagai kegagalan sistematik”.
“Sistem ini gagal karena individu tidak memenuhi kewajibannya”, kata Nay San Win, seorang aktivis Koalisi Rohingya Merdeka. “Ini berarti menyalahkan sistem untuk menghindari akuntabilitas”.
Kelompoknya telah menyerukan pengunduran diri, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres serta Renata Lok-Dessallien, yang memegang jabatan penting PBB di Myanmar hingga akhir 2017.
Mereka mengatakan bahwa pada 2012, Guterres, yang saat itu menjabat sebagai komisaris tinggi PBB untuk pengungsi, diberitahu oleh Presiden Myanmar saat itu Thein Sein tentang rencana untuk menahan orang-orang Rohingya di kamp-kamp dan meminta untuk memfasilitasi pemindahan mereka dari negara tersebut.
Meskipun Guterres secara terbuka menolak permintaan tersebut, Koalisi Rohingya Merdeka mengatakan seharusnya tindakan lebih lanjut dilakukan.