Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Perjuangan 50 Haji Masa Kolonial Picu Lahirnya Belasan Ribu Pesantren di Jawa

Solichan Arif , Jurnalis-Rabu, 13 Desember 2023 |09:36 WIB
Kisah Perjuangan 50 Haji Masa Kolonial Picu Lahirnya Belasan Ribu Pesantren di Jawa
Ilustrasi (Foto: Tropenmuseum)
A
A
A

Meningkatnya jumlah jamaah haji mendorong perubahan penting dunia Islam Jawa. Perubahan itu selaras dengan isu pembaharuan yang sedang muncul dalam dunia Islam.

Ibadah haji menyumbang andil besar bagi pesatnya peningkatan jumlah pemimpin agama dan pondok pesantren di Jawa. Pada tahun 1862 tercatat jumlah santri Jawa mencapai 94.000 orang. Jumlah itu terus meningkat menjadi 162.000 lebih pada dekade berikutnya.

“Catatan pemerintah kolonial melaporkan bahwa pada tahun 1893 hampir 11.000 pesantren berdiri di daerah berbahasa Jawa dengan santri lebih dari 272.000 orang”.

Pesantren dan pemimpin Islam yang bermunculan pada masa kolonial Belanda, realitasnya memiliki warna spiritual yang berbeda.

Banyak pesantren yang mengajarkan Islam dengan campuran mistik, yakni seiring bacaan hafalan Al-Quran juga terdapat bela diri, dan hal-hal laku ajaran yang bersifat metafisik.

Namun model pesantren seperti itu tidak banyak ditemukan di kawasan pesisir utara Jawa. Di kawasan pantai utara Jawa, pesantren memilih mengajar dengan cara yang lebih reformis puritan.

Penekanan ajaran yang diberikan kepada santri lebih fokus pada pemahaman bahasa Arab dan taat pada hukum Islam (syariat). Aliran reformis ini menjadi tantangan bagi pengaruh sosial dan agama pemimpin Islam Jawa yang lebih tradisional.

Seiring itu kelompok sufi yang lebih ortodoks juga menyebar pada pertengahan akhir abad 19 di antara penduduk Jawa. Tarekat Naqsabandiyyah menyebar di kalangan ningrat Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Tarekat baru Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah memiliki banyak pengikut dan terlibat dalam gerakan anti kolonial, yakni salah satunya di Banten.

Kehadiran Naqsabandiyyah dan Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah menjadi kompetitor para pengikut tarekat Syatariyyah yang lebih dulu ada dan mendominasi.

“Jadi, meskipun sebelumnya masyarakat Jawa rupanya bersatu dalam identitas keagamaan, pada akhir abad 19 tampaknya keadaan itu terpecah dalam berbagai identitas keagamaan yang bertentangan,” demikian disitir dari Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement